Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Kamis, 26 Juli 2007

Rasa


Bila kita coba flash back ke belakang, mungkin kita akan sedikit berhela napas, karena ternyata banyak hal yang telah kita lakukan, baik itu perbuatan, tingkah laku, cara berujar, sampai ke hal yang paling dalam yaitu rasa .

Rasa,..........mungkin rasa kita memang berbeda, tapi sebuah rasa akan tetap menemukan jejak yang terbaik, meskipun terkadang rasa itu masih sesekali kita ombang-ambing hanya demi seonggok pujian ataupun seonggok kepuasan.

Saya rasa ,.................. atapun rasa-rasanya, .................. terkadang mungkin tidak terasa.

Ya, mudah-mudahan kita masih punya rasa.

Selasa, 24 Juli 2007

Masa Depan Calon Independen Pasca Putusan MK



Gonjang-ganjing tentang boleh tidaknya calon independen mencalonkan diri untuk menjadi balon dalam pilkada, akhirnya terjawab sudah. Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir dan penjaga konstitusi pada hari senin, tanggal 23 Juli 2007 telah mengucapkan putusan atas pengujian UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh Lalu Ranggalawe.

Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan sebagai berikut :


Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

Menyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal-pasal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor 4437), yang hanya memberi kesempatan kepada partai politik atau gabungan partai politik dan menutup hak konstitusional calon perseorangan dalam Pilkada, yaitu:

• Pasal 56 Ayat (2) yang berbunyi, ”Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”;

• Pasal 59 Ayat (1) sepanjang mengenai frasa “yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”.

• Pasal 59 Ayat (2) sepanjang mengenai frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

• Pasal 59 Ayat (3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik wajib”, frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud”. Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pasal-pasal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor 4437), yaitu:

• Pasal 56 Ayat (2) yang berbunyi, ”Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”;

• Pasal 59 Ayat (1) sepanjang mengenai frasa “yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”; • Pasal 59 Ayat (2) sepanjang mengenai frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”;
• Pasal 59 Ayat (3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik wajib”, frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud”; [5.4] Menyatakan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2004 Nomor 125, TLNRI Nomor 4437) yang dikabulkan menjadi berbunyi sebagai berikut: • Pasal 59 Ayat (1): ”Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon”;

• Pasal 59 Ayat (2): ”Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”;

• Pasal 59 Ayat (3): ”Membuka kesempatan bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 melalui mekanisme yang demokratis dan transparan”.

Menolak permohonan Pemohon untuk selebihnya;

Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.


Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Pemohon Lalu Ranggalawe memberikan implikasi terhadap seluruh proses Pilkada di tanah air. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah merupakan landasan yuridis dalam proses pemilhan kepala daerah yang sejak di undangkan pada bulan oktober tahun 2004 telah beberapa kali di uji di Mahkamah Konstitusi, dan sebagian besar pasal-pasal yang diajukan pengujian ke MK adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan Pilkada.


Putusan perkara 5/PUU-V/2007 tentang pengujian UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh Lalu Ranggalawe memang sangat ditunggu-tunggu oleh semua elemen masyarakat, khususnya elemen masyarakat DKI Jakarta yang pada agustus ini akan menyelenggarakan Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur.


Aspirasi Masyarakat DKI Jakarta agar calon independen bisa berpartisipasi dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2007 ini sangat terlihat dari hasil survey yang dilakukan oleh sebuah LSM yang menyatakan bahwa hampir 60% calon pemilih DKI Jakarta akan masuk dalam golongan putih (GOLPUT) karena menganggap bahwa dua calon yang saat ini sudah secara resmi terdaftar di KPUD DKI Jakarta masih diragukan kompetensinya untuk memimpin Ibu Kota ini.


Putusan MK yang mengakomodir calon independen, tidak serta merta dapat dijadikan acuan bagi para bakal calon yang tidak diusung oleh partai untuk mencoba mencalonkan diri menjadi calon Gubernur/wakil Gubernur , karena saat ini proses Pilkada Gubernur DKI Jakarta telah memasuki tahapan kampanye, sementara putusan MK sendiri tidak berlaku surut.

Hal lain yang menjadi kendala bagi calon independen adalah perihal landasan yuridis yang menjadi acuan dalam proses Pilkada, MK dalam putusannya menguraikan sebagai berikut :


Bahwa penentuan syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan sepenuhnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, apakah akan menggunakan ketentuan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 68 UU Pemerintahan Aceh ataukah dengan syarat berbeda.

Untuk menghindari kekosongan hukum (rechtsvacuum), sebelum pembentuk undang-undang mengatur syarat dukungan bagi calon perseorangan, Mahkamah berpendapat bahwa KPU berdasarkan Pasal 8 Ayat (3) huruf a dan huruf f UU60 Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berwenang mengadakan pengaturan atau regulasi tentang hal dimaksud dalam rangka menyusun dan menetapkan tata cara penyelenggaraan Pilkada. Dalam hal ini, KPU dapat menggunakan ketentuan Pasal 68 Ayat (1) UU Pemerintahan Aceh sebagai acuan.

Bahwa di samping mengenai syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan, apabila dalam UU Pemda terdapat ketentuan-ketentuan lain yang perlu disempurnakan sehubungan dengan dibukanya calon perseorangan, sebagaimana ketentuan Pasal 35 Ayat (2) UU Pemda yang hanya mengatur mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah melalui usulan parpol atau gabungan parpol, maka hal dimaksud menjadi wewenang pembentuk undang-undang untuk melengkapinya.


Patut kita tunggu apa yang akan dilakukan oleh pembentuk UU untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan calon independe pasca putusan MK tersebut.