Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Kamis, 30 Juli 2015

Mahkamah Konstitusi Batalkan Syarat Tidak Pernah Di Pidana Dalam UU Pemilukada




Pada tanggal 20 Maret 2015 dua warga negara yang bernama Jumanto dan Fathor Rasyid melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan pengujian pengujian konstitusionalitas Pasal 7 huruf g dan Pasal 45 ayat (2) huruf k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang menyatakan :
Pasal 7 huruf g, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”;
Pasal 45 ayat (2) huruf k, surat keterangan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g;
Terhadap:
Pasal 1 ayat (2), “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar;
Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia adalah negara hukum”;
Pasal 27 ayat (1), Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;
Pasal 28C ayat (2), “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”;
Pasal 28D ayat (1), Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”;
Pasal 28D ayat (3), “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan  yang sama dalam pemerintahan”;

Rabu, 08 Juli 2015

KONSTITUSIONALITAS PENGUNDURAN DIRI PNS DALAM UU ASN




Pada tanggal 3 April 2015 PNS yang terdiri dari Dr. Rahman Hadi, Msi, dkk., mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian di registrasi dengan nomor perkara 41/PUU-XIII/2015.
Adapun pasal yang diuji oleh para Pemohon adalah sebagai berikut:
Pasal 119, “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
Pasal 123 ayat (3), “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
terhadap Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945, yang menyatakan:
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2)
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3)
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan;
Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2)
(1)   Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak  untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2)   Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasarapa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifatdiskriminatif itu;

KONSTITUSIONALITAS PETAHANA DAN JABATAN ANGGOTA LEGISLATIF DALAM PENCALONAN PEMILUKADA




Pada tanggal 20 Februari 2015 anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Periode 2014-2019 yang bernama Adnan Purichta Ichsan, S.H., mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam permohonannya Pemohon melalui kuasa hukumnya yaitu Heru Widodo, SH., dkk., menguji Pasal 7 huruf r dan huruf s serta penjelasan pasal 7 huruf r yang menyatakan:
Pasal 7 huruf r dan huruf s
Beberapa ketentuan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656), sebagai berikut:
...
6. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
...
r.    tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana;
s.     memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan DPRD bagi anggota DPRD

Penjelasan Pasal 7 huruf r
“yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan”;

Dalam permohonannya Pemohon menyatakan bahwa Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia, yang kebetulan memiliki hubungan kekerabatan dengan Bupati Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan keadaan demikian, terdapat potensi bahwa hak konstitusional Pemohon akan dirugikan dan kerugian dimaksud, menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, apabila Pemohon mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang disebabkan oleh keberadaan ketentuan Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, in casu Pasal 7 huruf r UU 8/2015. Hak-hak konstitusional dimaksud, sebagaimana yang didalilkan Pemohon, adalah hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan [Pasal 27 ayat (1) UUD 1945], hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum [Pasal 28D ayat (1) UUD 1945], hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan [Pasal 28D ayat (3) UUD 1945], dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun [Pasal 28I ayat (2) UUD 1945]. Dengan uraian demikian tampak adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian hak-hak konstitusional sebagaimana didalikan Pemohon dengan berlakunya Pasal 7 huruf r beserta Penjelasan Pasal 7 huruf r UU 8/2015 yang dimohonkan pengujian. Tampak pula bahwa jika permohonan ini dikabulkan maka kerugian sebagaimana diuraikan di atas tidak akan terjadi.