Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Rabu, 20 Desember 2017

JANGAN TAKUT UNTUK HIJRAH

“JANGAN TAKUT UNTUK HIJRAH”
Oleh Hani Adhani

            Ada banyak cerita tentang hijrah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rosul. Salah satu kisah yang selalu kita ingat selain kisah Nabi Muhammad SAW yang hijrah dari Mekkah ke Madinah adalah kisah Nabi Ibrahim yang membawa istrinya Siti Hajar beserta anaknya Ismail ke gurun pasir kosong yang belum ada penduduknya, tanpa meninggalkan apa-apa dan itu dilakukan oleh Nabi Ibrahim semata-mata karena perintah Allah SWT. 
            Kalo kita membaca kembali kisah Nabi Ibrahim tersebut, pastinya kita sebagai orang beriman dan bertaqwa kepada Allah akan berkaca-kaca menahan tangis. Kita sebagai manusia biasa mungkin tidak akan tega melihat dan meninggalkan anak dan istri kita di gurun pasir tanpa penghuni dan tanpa makanan serta tanpa air. Keimanan dan ketaqwaan lah yang menyebabkan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar menerima dengan ikhlas perintah dari Allah SWT.
            Saat Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail tanpa mengucapkan sepatah katapun yang kemudian Siti Hajar berteriak dan bertanya “Ya Ibrahim, kepada siapa kau meninggalkan kami? Tidak ada seorang pun disini”, namun Nabi Ibrahim. tidak menjawab pertanyaan Siti Hajar, karena jika menjawab, maka akan terjadi percakapan, dan Nabi Ibrahim takut hatinya menjadi luluh. 
            Nabi Ibrahim tetap berjalan tanpa menoleh kepada Siti Hajar, dan Siti Hajar tetap mengikutinya, “Ya Ibrahim, kepada siapa kau meninggalkan kami?” Nabi Ibrahim tetap tidak menjawab dan terus berjalan. Akhirnya Siti Hajar berhenti sejenak dan berpikir, dan karena kesalehan dan pengetahuan yang diberikan Allah, dia bertanya satu pertanyaan yang sederhana, “Ya Ibrahim, Apakah Allah yang telah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” dan Nabi Ibrahim masih tanpa menoleh kepadanya, menjawab hanya dengan satu jawaban. “Ya”, kata Ibrahim sambil terus berjalan.

Kisah Nabi Ibrahim ini diceritakan kembali oleh Allah SWT dalam Al quran dan ada satu doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim saat meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir tersebut. Berikut doa nabi Ibrahim saat meninggalkan istri dan anaknya: "Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim: 38).

            Kisah bagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir adalah kisah yang sangat luar biasa khususnya bagi kita para ayah/orang tua yang notabene selalu berupaya mensejahterakan keluarga kita, mencari rizki yang halal untuk keluarga dan terkadang harus rela hijrah meninggalkan keluarga. Ada yang hijrah ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri untuk bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Meski terkadang keluarga kita di kampung halaman tidak pernah tahu kita kerja apa dan bagaimana kondisi kita di tempat kita yang baru. Namun, doa dari keluarga dan saudara kita tentunya selalu menyertai kita para ayah atau keluarga yang hijrah ke tempat yang jauh, dan terkadang kita mungkin tidak pernah mengetahui bahwa sebenarnya doa tersebut yang menyebabkan kita selalu berada dalam lindungan Allah dan menemukan berbagai kemudahan saat berada di kota atau luar negeri yang jauh dari keluarga kita.

Rabu, 06 Desember 2017

Hak Beragama dan Cara Berpakaian

UDHR
Terlampir opini saya yang dimuat di website Antara Kuala Lumpur pada hari Rabu, tanggal 6 Desember 2017.

https://kl.antaranews.com/berita/3277/hak-beragama-dan-cara-berpakaian



Hak Beragama dan Cara Berpakaian
Oleh Hani Adhani[1]
Kontroversi tentang larangan pemakaian hijab di negara barat telah membuat kita sebagai warga negara Indonesia yang mayoritas Islam agak kaget karena tiba-tiba saja beberapa negara barat mengeluarkan kebijakan yang menurut nalar yang wajar seharusnya itu tidak perlu dilakukan. Fobia terhadap berbagai kejadian yang mengatasnamakan “terorisme” yang menjual nama Islam justru semakin menimbulkan kesan bahwa memang barat sangat takut dengan Islam.

Ketakutan yang berlebihan inilah yang pada akhirnya membuat mereka lupa bahwa kebebasan dan hak asasi manusia yang selalu mereka gembor-gemborkan malah pada akhirnya menjadi bumerang karena faktanya merekalah yang justru membuat kebijakan yang melanggar hak asasi manusia. Bagaimana mungkin dalam sebuah negara yang menjungjung tinggi hak asasi manusia ada aturan yang  melarang warganya untuk memakai pakaian yang notabene pakaian tersebut adalah identitas dari agama yang mereka anut serta merupakan perintah dari agamanya yang tertulis dalam kitab agama tersebut dan oleh negara dikenakan larangan serta dikenakan hukuman dan/atau denda.

Tidak ada pakaian yang paling sopan dan baik yang menurut etika manusia selain pakaian yang menutup seluruh anggota tubuhnya. Tentunya kita patut balik bertanya apa yang salah dengan pakaian umat Islam khususnya perempuan?. Bukankah semua agama juga menganjurkan untuk berpakaian baik dan sopan?.
 
Kebijakan yang dibuat oleh negara-negara barat yang membuat peraturan yang melarang perempuan muslim berpakaian muslimah yaitu berhijab justru semakin menambah kesan bahwa hak asasi manusia yang selama ini di dengungkan oleh negara-negara barat menjadi hampa adanya karena ternyata mereka sendiri tidak memiliki acuan yang jelas tentang sejauh mana hak asasi manusia dapat melindungi warga negara mereka sendiri. Beragama adalah hak alamiah (natural right) yang dimiliki manusia dan merupakan hak dasar dalam hak asasi manusia. Setiap orang dapat memilih agama apapun yang mereka yakini dan tidak ada larangan untuk memeluk agama apapun.

Hal tersebut tertulis dalam Pasal 18 Piagam Deklarasi Undang-Undang Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri

Senin, 04 Desember 2017

Penyakit Akhir Tahun Penghabisan Anggaran

Antara Kuala Lumpur, 28 November 2017
Terlampir opini saya yang dimuat di website Antara Kuala Lumpur pada hari Selasa, tanggal 28 November 2017.

https://kl.antaranews.com/berita/3251/penyakit-akhir-tahun-penghabisan-anggaran



“Penyakit Akhir Tahun Penghabisan Anggaran”
Oleh Hani Adhani[1]

            Menjelang akhir tahun kita sering kali menemukan tentang adanya berbagai isu terkait adanya penghabisan anggaran di kalangan birokrasi Pemerintahan dan yang paling menyedihkan adalah adanya paradigma dikalangan birokrat kita bahwa anggaran negara setiap tahun harus dihabiskan, karena kalo tidak dihabiskan sayang apabila anggaran tersebut nantinya akan dimasukan kembali ke kas negara.
Kalimat tersebut pasti sering sekali kita dengar dari kalangan teman-teman para aparatur sipil negara menjelang bulan november dan desember setiap tahunnya dan dalam praktik pelaksanaannya, kita juga sering kali melihat menjelang akhir tahun banyak pembangunan infrastruktur yang sepertinya dipaksakan untuk diadakan. Contohnya pembangunan gorong-gorong, galian kabel, dan trotoar yang hampir tiap tahun digali dan dirubah, sehingga hal tersebut menjadi trending topic di sosial media. “Lagi musim apa di kota anda? Lagi musim galian”, karena secara merata di setiap kota dan kabupaten ada proyek galian sehingga menimbulkan kemacetan.
            Tentunya kita sebagai rakyat pastinya cukup dibuat pusing oleh adanya gejala “penyakit akhir tahun” ini. Masa iya setiap tahun ada galian gorong-gorong dan perbaikan trotoar dan itu selalu dilakukan menjelang akhir tahun?. Belum lagi terkait dengan banyaknya kegiatan birokrasi pemerintahan yang dilaksanakan di luar kota padahal kegiatan tersebut secara nalar kewajaran bisa dilaksanakan di kantor atau di dalam kota, kok bisa mengadakan kegiatan di luar kota, sehingga akibatnya banyak PNS berbondong-bondong “bedol desa” pergi ke luar kota secara bersamaan untuk mengikuti kegiatan yang sepertinya sangat dipaksakan. Contohnya kalo di pemerintah daerah ada trend “study banding” di setiap akhir tahun, di pemerintahan pusat ada trend “rapat kerja” dan “konsinyering” yang dilaksanakan di luar kota, yang tentunya semua kegiatan tersebut menggunakan anggaran negara yang tidak sedikit.
            Kita sebagai rakyat biasa pastinya sangat prihatin dan miris terhadap fenomena penyakit menghabiskanan anggaran negara ini. Apa iya setiap tahun pemerintahan kita seperti ini? Apa tidak ada pengawasan dari BPKP, BPK atau KPK terkait penggunaaan anggaran yang tidak pas peruntukannnya atau cenderung dipaksakan sehingga cenderung lebih ke arah pemborosan anggaran.
            Apa seyognya yang harus dilakukan agar “penyakit akhir tahun” ini tidak terulang lagi?

Sabtu, 02 Desember 2017

Cerita Buku "Kisah 25 Nabi dan Rasul"

Buku Kisah 25 Nabi dan Rasul
Cerita Buku "Kisah 25 Nabi dan Rasul"

Oleh Hani Adhani 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah(QS. Al-Ahzaab [33]: 21)

Pertama mendengar sosok beliau, mungkin ketika saya masih kecil, kira-kira usia 5 tahun tepatnya saat pertama masuk sekolah agama di Kampung Lembur Warung, Purbaratu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Namanya selalu saya dengar, mungkin setiap jam, bahkan mungkin setiap menit dan karena masih kecil pastinya tidak tahu dan juga tidak terlalu peduli siapa dia sebenarnya.

Namun seiring dengan datangnya usia yang semakin dewasa, maka banyak cerita dan kisah yang saya dengar dari para ustad yang datang silih berganti masuk ke ruang hati dan pikiran saya saat itu.

Usaha untuk mencari tahu tentang siapa dia pada saat itu, tidak bisa dilakukan seperti saat ini yang hanya dengan bantuan "mbah google" maka semua dapat dengan mudah terjawab.

Zaman baheula untuk mendapatkan buku saja yang bercerita tentang kisah beliau sulit sekali, namun untungnya salah seorang guru saya disekolah SD (SD Purbaratu 3), mewajibkan kami para siswa untuk membeli sebuah buku yang selalu saya ingat, buku tersebut berjudul kisah 25 Nabi dan rasul, saya lupa pastinya nama pengarang buku tersebut cuman yang pasti saya ingat sampul warna buku tersebut berwarna hitam.

Mungkin itulah buku pertama yang mengenalkan saya dengan beliau dan dalam buku tersebut beliau berada di urutan paling akhir yaitu 25.