Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Kamis, 16 Februari 2012

Profesionalisme PNS


"PNS bisanya cuman ngopi dan baca koran, terus pulang ... awal bulan nerima gaji buta deh"


Kalimat itu sangat sering saya dengar dari sebagian masyarakat pada masa saya sekolah dulu, sekitar tahun 90 an pada saat Presiden masih Soeharto. Kini di era reformasi ejekan itu tetap saja masih ada dan malah tambah makin mencibir.


Kasus korupsi yang dilakukan Gayus Tambunan jelas sangat menampar rakyat Indonesia, gimana tidak Gayus yang notabene adalah PNS golongan III tapi bisa mengkorupsi uang negara hingga ratusan milyar rupiah, lalu bagaimana dengan PNS yang golongan nya lebih dari Gayus?


Sungguh tragis memang, reformasi yang didengungkan untuk melakukan reformasi terhadap birokrasi justru hanya menghasilkan birokrasi yang semakin korup, hingga akhirnya muncul anekdot "kalo dulu korupsi di bawah meja, tapi kini mejanya juga diangkut untuk di korupsi".


Mungkin yang jadi pertanyaan kita adalah apa iya semua PNS itu tidak punya mental profesional?


Jumlah PNS di Indonesia menurut data dari BKN hingga akhir 2011 ini berjumlah 4,7 juta orang dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 260 juta jiwa. Jadi PNS hanya sekitar 3% saja dari penduduk Indonesia dan itupun masih dianggap  terlalu banyak karena hampir 40% APBN dan APBD digunakan untuk pembayaran gaji PNS.


Ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh Pemerintah untuk menata PNS agar benar-benar bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan masyarakat, misalnya dengan menerapkan mekanisme kerja gaya karyawan swasta yang harus dikejar target dan deadline dimana bila target dan deadline tersebut tidak terpenuhi maka secara otomatis reward akan dikurangi.

Selain itu tentunya perlu pengawasan yang ketat terhadap kinerja PNS yang bukan hanya berpatokan pada DP3 yang harus diisi oleh atasanya tapi juga harus memakai sistem kinerja yang dibuat secara terstruktur dan sistematis dimana tidak ada peluang bagi PNS tersebut untuk tidak bekerja maksimal.
Bobot kinerja dari masing-masing PNS juga harus dioptimalkan dengan berdasarkan analisa beban kerja yang tentunya dilakukan oleh Men PAN dan BKN sebagai penanggung jawab pengaturan kepegawaian dan aparatur negara.


Sistem reward and punishment juga harus diberlakukan secara adil dengan tetap menjungjung tinggi HAM yang sudah diatur dalam konstitusi kita. Remunerasi yang selama ini telah diberlakukan di berbagai kementerian dan lembaga ternyata tidak berjalan efektif dan secara keseluruhan tidak menimbulkan efek meningkatnya kinerja dari masing kementerian atau lembaga tersebut. Tentunya mekanisme remunerasi juga harus ditinjau ulang jangan sampai remunerasi justru hanya dinikmati oleh segelintir PNS yang justru dari segi kinerja nilainya 0 besar.


Sejauh ini upaya reformasi birokrasi yang didengungkan oleh Pemerintah boleh dikatakan hanya jalan ditempat. PNS profesional yang selama ini didambakan masyarakat tentu hanya jadi isapan jempol belaka. Perubahan culture dan mind set seharusnya menjadi target utama untuk membenahi aparatur negara dan itu harus dimulai dari para pemimpin yang memimpin negara ini. 

Bagaimana mungkin ada perubahan culture dan mind set bila para pemimpin juga tidak berusaha untuk mengubah culture dan mind set mereka. 

Sulit memang mencari pemimipin yang benar-benar care dengan rakyatnya dan mau berpeluh keringat membantu rakyatnya.

Saat ini kita harus mencari dan membutuhkan figur pemimipin seperti Presiden Iran Ahmadinejad yang benar-benar mau jadi pelayan buat rakyat dan negaranya.