Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html
Tampilkan postingan dengan label BATASAN SYARAT TERPIDANA BAGI CALON PESERTA PILKADA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BATASAN SYARAT TERPIDANA BAGI CALON PESERTA PILKADA. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 September 2017

BATASAN SYARAT TERPIDANA BAGI CALON PESERTA PILKADA



BATASAN SYARAT TERPIDANA BAGI CALON PESERTA PILKADA
Oleh
Hani Adhani [1]

            Perjalanan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) yang saat ini dilaksanakan secara serentak sepertinya terus menimbulkan banyak permasalahan baru yang berujung di Mahkamah Konstitusi. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sudah banyak warga masyarakat Indonesia yang melakukan pengujian undang-undang (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi dan UU Pilkada termasuk salah satu undang-undang yang paling banyak di uji di Mahkamah Konstitusi.
            Salah satu isu konstitusional yang kembali di uji di Mahkamah Konstitusi adalah terkait dengan norma persyaratan calon peserta Pilkada yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g yang menyatakan : “tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” serta terkait norma pelantikan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagaimana diatur dalam  Pasal 163 ayat (7) yang menyatakan “Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Gubernur dan/atau Wakil Gubernur”, yang diajukan oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
            Dalam petitum permohonannya, Pemohon (Rusli Habibie) beranggapan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf g dan Pasal 163 ayat (7) UU Pilkada telah merugikan hak konstitusionalnya sebagai peserta Pilkada dalam Pemilihan Gubernur Provinsi Gorontalo Tahun 2017, dikarenakan menimbulkan ketidakpastian hukum oleh karena ternyata telah ada putusan MK yang juga telah mengatur isu norma yang sama. Pemohon yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun, dengan masa percobaan selama 2 (dua) tahun, apabila mengacu kepada Pasal 7 ayat (2) huruf g maka secara otomatis tidak dapat mencalonkan diri menjadi peserta Pilkada, sementara terkait isu norma yang sama MK juga telah mengeluarkan Putusan dalam perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015, yang menyatakan ketentuan Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 inkonstitusional bersyarat. Menurut Rusli Habibie, dengan diberlakukannya norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada, hak konstitusionalnya untuk mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur berpotensi terhalang. Sebab, frasa “….karena melakukan tindak pidana yang diancam Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih” yang semula terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 telah dihapus atau ditiadakan oleh Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada sehingga cakupan tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (2)huruf g UU Pilkada menjadi mencakup seluruh tindak pidana, sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon.