Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html
Tampilkan postingan dengan label KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PELENGKAP KEKUASAAN KEHAKIMAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PELENGKAP KEKUASAAN KEHAKIMAN. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 November 2015

KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PELENGKAP KEKUASAAN KEHAKIMAN



KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PELENGKAP KEKUASAAN KEHAKIMAN
Oleh Hani Adhani[1]
“Barang siapa yang menjaga kehormatan orang lain, ia telah menjaga kehormatan dirinya sendiri” (Umar bin Khattab)
Kalimat tersebut dikutip oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna saat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam pengucapan putusan perkara Nomor 43/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terhadap UUD 1945.
Permohonan tersebut diajukan oleh 5 Hakim Agung dan Panitera MA yang mengujia Pasal 14A ayat (2), dan ayat (3) UU tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2), dan ayat (3)  UU tentang Peradilan Agama, Pasal 14A ayat (2), dan ayat (3) UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menurut para Pemohon (5 Hakim Agung dan Panitera MA) bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), Pasal 24B ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dengan alasan bahwa adanya keterlibatan KY dalam proses seleksi pengangkatan hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara adalah inkonstitusional dan “kekuasaan kehakiman yang merdeka” tidak hanya dalam konteks pelaksanaan kewenangan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, melainkan juga untuk melakukan proses seleksi dan perekrutan hakim yang berkualitas secara independen dan mandiri. Adanya keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara akan merusak sistem kekuasaan kehakiman yang dijamin oleh konstitusi karena adanya “segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945”.