Salah satu putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang menjadi milestone adalah putusan dengan Nomor perkara 002/PUU-I/2003 tentang pengujian UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Permohonan tersebut diajukan oleh
APHI, PBHI, SNB (SOLIDARITAS NUSA BANGSA), SP KEP - FSPSI PERTAMINA, Dr. Ir.
Pandji R. Hadinoto, PE, M.H, pada tanggal 3 Januari 2003 melalui Kuasa
Hukumnya: Hotma Timbul H., S.H., Johnson Panjaitan, S.H., Saor Siagian, S.H.,
dkk., yang telah mengajukan pengujian UU UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi ke Mahkamah Agung yang kemudian setelah Mahkamah konstitusi
terbentuk perkara tersebut dialihkan dan di terima oleh Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi pada bulan Oktober 2003.
Dalam urain positanya dalam
permohonan tersebut, para Pemohon menyatakan bahwa alasan utama mengapa para
Pemohon mengajukan permohonan a quo adalah karena Pertamina, yang selama ini
merupakan satu-satunya BUMN yang mengelola sektor migas dan telah memberikan
sumbangsihnya bagi bangsa, negara dan masyarakat, bukan hanya karena telah
menjalankan fungsi untuk menyediakan bahan bakar minyak dan gas bumi kepada
seluruh masyarakat dengan harga terjangkau melainkan juga telah memberikan
peran yang besar bagi perekenomian nasional, berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001
tidak lagi merupakan cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup
orang banyak, sehingga tidak adanya jaminan dan kepastian bagi seluruh
masyarakat untuk memperoleh bahan bakar minyak dan gas bumi dengan harga
terjangkau melainkan juga akan merugikan perekonomian negara, yang pada
akhirnya akan mengurangi tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia;