Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html
Tampilkan postingan dengan label Konstitusionalitas Penetapan Tersangka dalam KUHAP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Konstitusionalitas Penetapan Tersangka dalam KUHAP. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 April 2015

Konstitusionalitas Penetapan Tersangka dalam KUHAP




Pada tangga 17 Februari 2014 salah seorang Karyawan PT. Chevron Pasific Indonesia yang bernama Bachtiar Abdul Fatah mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diregistrasi dengan nomor 21/PUU-XII/2014 pada tanggal 26 Februari 2014. Dalam permohonannya Bachtiar menyampaikan bahwa sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional atas “pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil” dan hak konstitusional atas due process of law sebagaimana diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Menurut Bachtiar selaku Pemohon hak konstitusionalnya tersebut telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 77 huruf a, Pasal 156 ayat (2) KUHAP karena terhadap diri Pemohon telah diberlakukan proses pidana yaitu penetapan Pemohon sebagai tersangka, penangkapan dan penahanan Pemohon dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP; sedangkan Pasal 77 huruf a diberlakukan dalam perkara praperadilan yang diajukan Pemohon dan Pasal 156 ayat (2) KUHAP diberlakukan atas eksepsi yang diajukan Pemohon dalam persidangan perkara pidana atas diri Pemohon.
Pada tanggal 28 April 2015 akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan permohonan a quo dan menyatakan mengabulkan sebagian permohonan Pemohon yaitu terkait dengan frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup”, dan bukti yang cukup dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup”, dan bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan menyatakan Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.