Pada tangga 17
Februari 2014 salah seorang Karyawan PT. Chevron Pasific Indonesia yang bernama
Bachtiar Abdul Fatah mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang
diregistrasi dengan nomor 21/PUU-XII/2014 pada tanggal
26 Februari 2014. Dalam
permohonannya Bachtiar menyampaikan bahwa sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional atas “pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil” dan hak konstitusional
atas due process of law sebagaimana diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD
1945.
Menurut
Bachtiar selaku Pemohon hak konstitusionalnya tersebut telah dirugikan oleh
berlakunya Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal
77 huruf a, Pasal 156 ayat (2) KUHAP karena terhadap diri Pemohon telah
diberlakukan proses pidana yaitu penetapan Pemohon sebagai tersangka, penangkapan dan
penahanan Pemohon dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Pasal
1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP; sedangkan
Pasal 77 huruf a diberlakukan
dalam perkara praperadilan yang diajukan Pemohon dan Pasal 156 ayat (2) KUHAP diberlakukan atas eksepsi yang diajukan
Pemohon dalam persidangan perkara pidana atas diri Pemohon.
Pada
tanggal 28 April 2015 akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan permohonan a quo
dan menyatakan mengabulkan sebagian permohonan Pemohon yaitu terkait dengan frasa “bukti
permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana yang bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai
bahwa “bukti
permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal
dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana dan menyatakan Pasal 77 huruf a Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD 1945
sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.