Pada
tanggal tanggal 5 Maret 2014 para Pemohon yang terdiri atas Zumrotin (Ketua
Dewan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan), Indry Oktaviani (Direktur
Organisasi Semerlak Cerlang Nusantara), Fr.
Yohana Tantria W (Koordinator Eksekutif Masyarakat untuk Keadilan Gender dan
Antar Generasi), Hadiyatut Thoyyibah (Staf Sistem Manajemen Informasi pada
Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia), Yayasan Pemantau Hak Anak
(YPHA) yang dalam hal ini diwakili oleh Agus Hartono, mengajukan permohonan Pasal
7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sepanjang
mengenai frasa “16 (enam belas) tahun” yang
selengkapnya menyatakan “Perkawinan hanya
diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai usia 16 (enam
belas) tahun.” dengan menggunakan batu uji atau dasar pengujian Pasal
28A; Pasal 28B ayat (1) dan (2); Pasal
28C ayat (1); Pasal 28D ayat (1); Pasal 28G ayat (1); Pasal 28H ayat (1), dan (2);
serta Pasal 28I ayat (1) dan (2) UUD 1945;
Dalam posita permohonannya, para Pemohon menyatakan bahwa
Pemohon I adalah sebagai badan hukum privat yaitu Yayasan Kesehatan Perempuan yang berkedudukan hukum di Indonesia yang memiliki hak
konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945;
Bahwa, menurut Pemohon
I, Pasal 7
ayat (1) UU Perkawinan
menjadi landasan dan dasar hukum dibenarkannya
perkawinan anak yang hal ini secara jelas dan tegas
menunjukkan kontradiksi atau tidak konsisten dengan segala peraturan yang ada dalam rangka
melindungi hak-hak anak, khususnya hak-hak anak perempuan, yang diatur
dalam Pasal 28A, Pasal 28B ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D
ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28I
ayat (1) dan (2) UUD 1945, sehingga menimbulkan ketidakpastian,
ketidakserasian, dan ketidakseimbangan hukum yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan;