Terlampir Opini saya yang dimuat di Koran Tempo pada hari Rabu, tanggal 21 Desember 2016 12:29 WIB
Pemakzulan Presiden Korea~Hani Adhani
Hani Adhani
Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi RI
Isu adanya korupsi yang dilakukan oleh Presiden Korea Park Geun-hye pada akhirnya telah memaksa ribuan rakyat Korea untuk turun ke jalan guna menuntut Majelis Nasional Korea, parlemen negeri itu, memakzulkan Park. Awal Desember lalu, parlemen akhirnya memutuskan untuk memakzulkan Park dengan dukungan 234 dari jumlah total 300 legislator.
Dalam konstitusi Republik Korea, proses pemakzulan tidak hanya dapat dilakukan terhadap presiden, tapi dapat juga dilakukan terhadap pejabat publik lainnya, seperti perdana menteri, menteri, hakim konstitusi, hakim, pejabat audit, dan anggota komisi pemilihan umum. Jika pejabat tersebut dianggap melanggar konstitusi atau melanggar tugas dan kewajibannya sebagai pejabat publik, parlemen dapat mengajukan permohonan pemakzulan jika diusulkan oleh 1/3 anggota parlemen dan disetujui oleh 2/3 anggota parlemen.
Dalam sejarah ketatanegaraan di Negeri Ginseng, proses pemakzulan presiden melalui Mahkamah Konstitusi pernah juga terjadi pada 2004. Pada saat itu, Presiden Roh Moo-hyun dimakzulkan oleh parlemen karena dianggap telah melanggar undang-undang pemilihan umum. Dia secara terang-terangan mendukung salah satu partai politik menjelang pemilihan anggota Majelis Nasional, padahal Undang-Undang Pemilu Korea menggariskan bahwa pejabat publik harus bersikap netral.
Atas pelanggaran tersebut, parlemen pada 12 Maret 2004 memakzulkan Roh Moo-hyun. Mahkamah Konstitusi, yang salah satunya kewenangannya menyelesaikan permohonan pemakzulan, kemudian menyidangkan permohonan pemakzulan tersebut dan pada 14 Mei 2004 membacakan putusannya dengan Nomor Perkara 2004 Hun-Na.