Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Rabu, 07 Maret 2018

MAHASISWA SEBAGAI “AGENT OF CHANGE”


Terlampir opini tentang mahasiswa sebagai Agent of Change yang saya sampaikan pada saat rapat kerja PPI Malaysia Tahun 2017-2018 di Kuala Lumpur. Opini ini juga dimuat dalam website PPI Malaysia >> http://ppi-malaysia.org/berita-acara/view/maha-siswa-sebagai-agent-of-change--6/

MAHASISWA SEBAGAI “AGENT OF CHANGE”[1]
Menerima Serifikat dari Ketua PPI Malaysia
Oleh
Hani Adhani, SH., MH.[2]

Sejarah Indonesia sejak pra-kemerdekaan hingga saat ini di era reformasi, tidak akan terlepas dari perjuangan para pemuda dan juga mahasiswa. Kita mugkin sudah sering membaca dalam buku sejarah bagaimana para pemuda dan juga mahasiswa berjuang membela rakyat. Perjuangan pemuda dan mahasiswa yang secara konsisten dan terus menerus berjuang membela rakyat, seolah-olah menjadi bagian wajib yang harus selalu ada dalam upaya untuk terus menggalang kekuatan bersama rakyat dan berjalan beriringan mengawal tegaknya keadilan bagi rakyat Indonesia.

Yang paling dekat dan mudah diingat adalah bagaimana perjuangan mahasiswa sebagai “agent of change” dalam menegakan keadilan bersama rakyat yaitu pada saat peristiwa Reformasi Tahun 1998. Pada saat itu kekuatan mahasiswa begitu “dahsyat” sehingga dapat menumbangkan rezim otoriter yang telah berkuasa selama 32 tahun dan menghasilkan era reformasi yang saat ini kita nikmati bersama. Kini setelah masuk era reformasi, maka perjuangan mahasiswa pastinya akan terus berlanjut dan tongkat kepemimpinan pergerakan mahasiswa akan selalu berlanjut pula dari satu mahasiswa ke mahasiswa yang lain. Mahasiswa sebagai agen perubahan akan selalu dinantikan oleh rakyat Indonesia untuk selalu membantu dan menjadi garda terdepan dalam hal membela dan menegakan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Mahasiswa sebagai “mahluk yang paling diuntungkan” tentu akan terus melakukan transformasi mengikuti trend perkembangan zaman. Tentu kita tidak bisa menyamakan pola perjuangan teman-teman mahasiswa di era pergerakan kemerdekaan, era orde lama, era orde baru, era reformasi dan sekarang di era digitalisasi. Style mahasiswa di awal era reformasi (1997/1998) tentu tidak bisa disamakan dengan style mahasiswa saat ini di zaman now, namun yang masih tetap bisa kita samakan adalah harapan bahwa mahasiswa akan selalu akan mempunyai visi dan misi yang sama dan akan selalu abadi yaitu sebagai agen perubahan dalam upaya untuk menegakan keadilan dan akan selalu siap untuk membantu masyarakat, bangsa dan negara.

Mahasiswa S1 yang rata-rata berusia antara 19 s.d. 23 tahun menjadi palang pintu terakhir dalam upaya membangun karakter bangsa ke depan, karena merekalah yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa Indonesia. Kita bisa melihat para pemimpin sekarang rata-rata usia mereka antara 40 s.d. 45 tahun dan kalo kita coba menghitung mundur ke belakang, maka mereka pada saat menjadi mahasiswa adalah pada saat tahun 1993 s.d. tahun 1998. Mereka adalah “generasi emas reformasi” yang pada saat mereka menjadi mahasiswa pergerakan mahasiswa berada di titik paling tinggi atau puncak sehingga pada saat itu mereka bersama-sama bergerak untuk menumbangkan orde baru dan memunculkan era reformasi.

Organisasi Mahasiswa
Organisasi mahasiswa termasuk organisasi yang sangat unik dan penuh dengan tantangan. Organisasi mahasiswa tidak bisa disamakan dengan organisasi siswa intra sekolah (OSIS) pada saat kita sekolah di SMA ataupun SMP. Organisasi mahasiswa adalah organisasi yang mandiri dan syarat dengan tantangan. Pada saat kita masuk kampus, maka kita akan dipertemukan dengan berbagai organisasi mahasiswa yang sangat beragam, mulai dari organisasi yang hanya sekedar menyalurkan hobi sampai dengan organisasi kader yang katanya menjadi bagian dari underground nya partai politik tertentu.

Biasanya dari begitu banyaknya berbagai organisasi yang ada di dalam kampus, kecenderungan mahasiswa akan memilih atau ikut aktif dalam 1 (satu) sampai 4 (empat) organisasi dan biasanya yang akan aktif sampai nanti lulus kuliah hanya tersisa  1 (satu) organisasi. Contohnya kalo di Indonesia, mahasiswa akan memilih organisasi kader (HMI, IMM, PMII, PII, GMNI, KAMMI), organisasi hobi (UKM Musik, English, Olahraga, Drumband, Bela Diri, Mapala), organisasi student goverment (BEM, Presiden mahasiswa, Senat Mahasiswa) dan organisasi kedaerahan (KPM, IKPM, dll.).  

Mahasiswa yang “pencinta” ataupun “penggila” organisasi pasti akan berupaya masuk dan aktif ke dalam 4 (empat) organisasi tersebut dan berupaya untuk memimpin organisasi tersebut. Bisa dibayangkan bagaiman mereka membagi waktu antara kuliah dan organisasi, bisa dikatakan “mudah-mudah susah” ataupun “susah-susah mudah”. Biasanya mahasiswa yang aktif organisasi akan mengorbankan waktu belajarnya dan lebih fokus ke organisasi sehingga pada akhirnya mereka akan lulus tidak tepat waktu dan malah mendapatkan gelar tambahan yaitu MA (“Mahasiswa Abadi”). Rata-rata mereka akan lulus dalam kurun waktu 5 s.d. 6 tahun.

Tentunya harapan kita sebagai mahasiswa pasti akan selalu berupaya untuk lulus tepat waktu, namun dengan pola pendidikan yang ada saat ini di Indonesia, kecenderungan untuk lulus tepat waktu hanya diperuntukan untuk mahasiswa yang minimalis yaitu mahasiswa yang tidak aktif sama sekali di organisasi karena mereka hanya fokus ke study saja. Ini berbeda dengan mahasiswa plus yang aktif di berbagai organisasi yang terkadang mengorbankan masa study nya demi organisasi. Padahal seharusnya mahasiswa yang paling ideal adalah mahasiswa yang menjadi aktifis dan juga mempunyai IPK 4, mungkin hanya 1 dari 1000 mahasiswa yang ada.

Organisasi mahasiswa adalah merupakan bagian kecil dari sebuah pembelajaran cara berorganisasi untuk nantinya akan beralih ke organisasi yang lebih besar.  Roda organisasi akan dijalankan sesuai dengan koridor organisasi dengan mengikuti aturan yang telah disepakati bersama yang tertuang dalam sebuah aturan baku yang bernama Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Hampir semua organisasi mahasiswa mempunyai AD/ART. Seperti yang kita tahu bahwa AD ART adalah acuan awal bagiamana kita seharusnya menjalankan sebuah organisasi. Mulai dari penentuan struktur organisasi sampai dengan pola pergantian kepemimpinan. Ini tentunya tidaklah jauh berbeda dengan pola pengaturan organisasi yang bernama Negara, dimana semua negara memiliki acuan baku yang harus dijalankan yang termuat dalam konstitusi negara (UUD 1945).

Semua mahasiswa yang aktif dalam organisasi pastinya dapat menjalankan roda organisasi dengan baik apabila semuanya mengikuti alur atau berpatokan kepada AD/ART yang ada. Setiap mahasiswa yang aktif dan mendapatkan amanah menjadi pemimpin dalam organisasi akan berupaya maksimal menjalankan roda organisasi dengan baik dan pada akhir masa jabatan/kepengurusan akan mempertanggung jawabkan hasil kinerjanya dalam sebuah laporan pertanggung jawaban (LPJ) dalam rapat permusyawaratan anggota atau dalam sebuah event besar yang bernama musyawarah nasional atau musyawarah tertinggi ataupun kongres.

Tentunya untuk menjalankan roda organisasi dibutuhkan kemampuan lebih dari pimpinan atau pemimpin organisasi tersebut. Pemimpin organisasi harus bisa me-manage seluruh supporting organisasinya mulai dari wakil ketua, sekjen, bendahara, kordinator hingga anggota. Dibutuhkan tenaga ekstra dari pemimpin organisasi untuk dapat menjalankan roda organisasinya dengan baik sehingga pada saat akhir masa kepengurusan organisasi, LPJ mereka dapat diterima dan dijadikan contoh bagi penerus organisasi selanjutnya. Tentunya dalam organisasi mahasiswa, juga syarat dengan berbagai intrik dan kepentingan yang terkadang dapat memecah belah organisasi itu sendiri.

Oleh karena itu untuk meminimalisir terjadinya perpecahan, maka harus dibangun pola manajerial organisasi yang baik dengan melibatkan seluruh pengurus. Pola “checks and balances” yang juga dipakai dalam pola struktur negara tentunya bisa juga dijadikan pegangan bagi ketua atau pemimpin organiasi mahasiswa. Setiap kepala bidang ataupun koordinator mempunyai kewajiban yang sama untuk me-manage anggotanya agar bisa bekerja maksimal menjalankan semua program yang ada yang telah disepakati dalam rapat kerja.

Biasanya yang menjadi kelemahan dalam organisasi mahasiswa yang notabene tidak memiliki dana khusus (bukan organisai intra kampus) adalah kurang adanya support dana untuk menjalankan program kerja, ditambah lagi dengan adanya upaya untuk membuat program kerja yang terkadang agak sulit dicapai alias “bombastis” padahal apabila melihat dari sisi kepentingan organisasi maka program tersebut boleh dikatakan tidak penting-penting amat. Hal lain yanng juga menjadi titik lemah organisasi mahasiswa yang independent adalah lemahnya kontrol dari penasehat, padahal dalam sebuah organiasi independent yang notabene tidak ada lembaga pengawas, maka peran penasehat menjadi sangat penting untuk mengawasi dan memberi masukan kepada pengurus.

Tentunya apabila pola pengawasan atau kotrol dari penasehat sulit diwujudkan, maka mau tidak mau dalam forum musyawarah tertinggi harus dicetuskan lembaga pengawas yang ditugaskan secara khusus menjadi partner kepengurusan yang bertugas mengawasi dan dicantumkan dalam AD ART organisasi.

Apabila semua koridor organisasi dalam hal ini AD/ART, GBHO ataupun rekomendasi hasil musyawarah telah dijalankan dengan baik dan program kerja dijalankan dengan berpatokan kepada hasil rapat kerja, maka secara otomatis organisasi tersebut akan berjalan dengan baik pula.

Perbedaan Organisasi Mahasiswa di Dalam dan Luar Negeri
Tentunya ada perbedaan yang sangat mencolok antara organiasai mahasiswa Indonesia yang melakukan study di dalam dan luar negeri. Teman-teman mahasiswa yang study di luar negeri lebih cenderung fokus ke study-nya dibandingkan ke organisasi, tentu dengan berbagai alasan yang logis yang semua memahami dan memaklumi. Namun hal tersebut tidak bisa juga menjadi patokan bahwa mahasiswa yang kuliah di dalam negeri dan aktif di organisai lebih baik dan lebih unggul.

Pada dasarnya organisasi adalah media untuk menyalurkan ide dan gagasan yang terkadang tidak kita dapatkan pada saat belajar di bangku kuliah. “Maha-siswa” tentu membutuhkan media lain untuk menyalurkan ide dan gagasannya. Masyarakat kita selalu berpandaangan bahwa mahasiswa akan selalu “kritis” dan memiliki kepedulian lebih terhadap masyarakat, lebih unggul dan lebih bisa diandalkan. Hal tersebut tentunya menjadi acuan dasar agar kita selaku mahasiswa bisa memberikan nilai yang lebih pula terhadap masyarakat. Jangan sampai kita saebagai mahasiswa “tidak pede” bicara di depan publik ataupun tidak bisa membuat proposal atapun surat formil, padahal harapan masyarakat pastinya akan selalu berpandangan bahwa mahasiswa adalah siswa yang “serba maha” dan “serba bisa”.

Apabila melihat sekilas organisasi mahasiswa yang ada di berbagai universitas di Malaysia, pada dasarnya hampir mirip dengan organisasi mahasiswa di Indonesia, diantaranya adalah adanya “student goverment” atau pemerintahan mahasiswa, dimana calon pemimpin dalam organisasi dipilih secara langsung oleh masyarakat mahasiswa, begitupun di Indonesia.

Selain student goverment, di Universitas di Malaysia juga banyak unit kegiatan mahasiswa yang dibentuk berdasarkan hobi mahasiswa seperti UKM accoustic, sepakbola, pencak silat dan UKM lainnya. Satu hal yang btidak ada adalah organisasi kader seperti IMM, HMI, PMII, GMNI di Indonesia. Organisasi pengkaderan yang sangat banyak di Indonesia tentu menjadi nilai plus tersendiri bagi kita mahasiswa Indonesia karena pergerakan organisasi kader lebih progresif dibandingkan organisasi non kader, meskipun terkadang juga di Indonesia organisai kader ini seringkali katanya dijadikan “sayap” dari organisasi politik besar yang ada di Indonesia.

Mahasiswa adalah Calon Pemimpin Masa Depan
Menjadi pemimpin memang selalu identik dengan organisasi atau kumpulan orang. Mulai dari keluarga, RT, RW, desa hingga Negara. Tentunya kita banyak belajar dan mengambil hikmah dari kepemimpinan orang tua kita masing-masing.

Sejak kita dalam kandungan hingga saat ini kita dewasa, orang tua menjadi figur sentral dalam membentuk karakter diri kita sebagai pemimpin. Ibu dan ayah kita berupaya semaksimal mungkin menjadikan kita menjadi anak yang soleh/solehah, sukses dan berhasil. Hingga saat kita dewasa tetap saja kita masih meminta bantuan kepada orang tua dalam hal apapun. Bukan hanya ketika susah namun dalam keadaan senang pun kita masih selalu merepotkan orang tua. Begitupun teman-teman semua para mahasiswa pengurus PPIM yang mengikuti kegiatan ini, pastinya belum bisa lepas 100% dari bantuan orang tua.

Orang tua kita adalah figur sental pemimpin yang pertama kali kita kenal dan yang mempengaruhi gaya kepemimpinan kita selanjutnya.

Ketika beranjak dewasa, saat kita berada di bangku sekolah, mulailah kita mengenal figur pemimpin lain, salah satunya Guru kita. Pasti teman-teman semua akan selalu mengenang salah seorang Guru SD, Guru SMP dan SMA yang dianggap guru terbaik karena mereka sangat sayang dengan kita seperti halnya orang tua kita menyayangi kita.

Mungkin ada juga diantara teman-teman semua, yang mulai sejak TK, SD. SMP, atau SMA telah menjadi pemimpin, contohnya menjadi ketua kelas, ketua regu pramuka, pemimpin upacara, atau pemimpin organisasi di tingkat sekolah seperti OSIS, Pramuka, PMR, Paskibra dan unit kegiatan lain yang berada di lingkup sekolah. Hal tersebut menjadi cikal bakal pembentukan karakter kepemimpinan saat berada di bangku kuliah. Siswa yang aktif saat SD, SMP atau SMA pasti akan menjadi aktifis juga saat kuliah. Namun ada juga yang saat sekolah tidak menjadi apa-apa tapi saat kuliah menjadi aktifis mahasiswa yang luar biasa.

Masuk dalam sebuah organisasi saat duduk di bangku kuliah adalah sebuah pilihan dan modal awal untuk menjadi pemimpin di masa depan, oleh karena dengan masuk organisasi mahasiswa maka secara otomatis jiwa kepemimpinan akan terasah dan dengan sendirinya kemampuan manajerial organisasi juga akan terasah sehingga apabila suatu saat nantinya akan masuk dunia kerja ataupun masuk dalam organisasi yang lebih besar maka para mantan aktifis mahasiswa dengan sendirinya sudah ready untuk mensupport dan memback-up organisasi yang mereka masuki dan pastinya akan dengan mudah mencapai prestasi dan karir yang lebih cemerlang dibandingkan saat mereka menjadi aktifis dalam organisasi mahasiswa.

Semoga teman-teman pengurus PPI Malaysia periode 2017-2018 dapat menjalankan amanah kepengurusan dengan baik dan insha Allah 10 tahun atau 20 tahun ke depan dapat memimpin Indonesia, membantu rakyat Indonesia dan berbakti kepada bangsa dan negara Indonesia. Amin.  
*****

English Subtitle :

STUDENTS AS "AGENT OF CHANGE" 

The history of Indonesia from pre-independence to the present in the reform era, will not be separated from the struggle of the youth and also students. We may often read in history books how young men and students struggle to defend the people. The struggle of youth and students who consistently and continuously struggle to defend the people, as if a mandatory part that must always exist in an effort to continue to mobilize forces with the people and go hand in hand with the upholding of justice for the people of Indonesia.

The closest and easy to remember is how students struggle as an agent of change in upholding justice with the people at the time of the 1998 Reformation. At that time the power of the students was so "powerful" that it could overthrow the authoritarian regime that had been in power for 32 years and result in an era of reform that we now enjoy together. Now after entering the reform era, the student struggle will certainly continue and the leadership stick of student movement will always continue from one student to another student. Students as agents of change will always be awaited by the people of Indonesia to always help and be the front guard in terms of defending and upholding justice for the people of Indonesia.

Students as "the most beneficiary" will certainly continue to transform the trend of the times. Of course, we can not equate the pattern of the struggle of student friends in the era of the independence movement, the old order era, the new order era, the era of reform and now in the era of digitalization. The style of students at the beginning of the reform era (1997/1998) certainly cannot be equated with the current student styles in this day and age, but still we can equate the hope that the students will always have the same vision and mission and will always be eternal as agents of change in an effort to uphold justice and will always be ready to help the community, nation and state.

Undergraduate students are on average aged between 19 s.d. The 23-year-old became the last doorstep in an effort to build the character of the nation forward because they are the ones who will continue the leadership of the Indonesian nation. We can see leaders now their average age between 40 s.d. 45 years and if we try to count backwards, then they at the time of being a student is at the time of 1993 s.d. in 1998. They are the "golden generation of reformation" which as they become student movement is at its highest or peak so that at that time they together move to overthrow the new order and bring up the reform era.
     
Student organizationsThe student organization includes a very unique and challenging organization. Student organizations can not be equated with intra-school student organizations (OSIS) when we go to high school or junior high school. Student organizations are self-reliant organizations and requirements with challenges. At the time we enter the campus, then we will be met with a variety of student organizations are very diverse, ranging from organizations that merely channelling hobbies to cadre organizations that he said became part of his underground certain political parties.

Usually, from so many different organizations on campus, the tendency of students will choose or participate actively in 1 (one) to 4 (four) organizations and usually will be active until college graduate only remaining 1 (one) organization. For example, in Indonesia, students will choose a cadre organization (HMI, IMM, PMII, PII, GMNI, KAMMI), hobby organizations (UKM Music, English, Sports, Drumband, Martial Arts, Mapala), student government organizations (BEM, , Student Senate) and regional organizations (KPM, IKPM, etc.).

Students who are "lovers" or "enthusiasts" of the organization will undoubtedly seek to enter and be active into these 4 (four) organizations and strive to lead the organization. Can imagine how they divide the time between lectures and organizations, can be said "easy-easy difficult" or "easy bother". Usually, an active student organization will sacrifice their study time and focus more on the organization so that in the end they will pass not on time and even get an additional degree of MA ("Eternal Student"). On average they will pass within 5 s.d. 6 years.

Of course, our hope as a student will always try to pass on time, but with the current education pattern in Indonesia, the tendency to pass on time is only for students who are minimalist students who are not active at all in the organization because they only focus on study course. This is different from the plus students who are active in various organizations that sometimes sacrifice their study period for the sake of the organization. Whereas it should be the ideal student is a student who became an activist and also has a GPA of 4, maybe only 1 out of 1000 students there.

The student organization is a small part of a learning how to organize to eventually move on to larger organizations. The organization wheel will be run in accordance with the corridor of the organization by following the mutually agreed rules contained in a standard rule called Articles of Association and Bylaws (AD / ART). Almost all student organizations have AD / ART. As we know that AR ART is the first reference for how we should run an organization. Starting from the determination of the organizational structure to the pattern of leadership change. This is certainly not much different from the pattern of organizational arrangements called the State, where all countries have a standard reference that must be implemented contained in the constitution of the state (the 1945 Constitution).

All students who are active in the organization must be able to run the organization well if everything follows the flow or based on the existing AD / ART. Any student who is active and entrusted to be a leader in the organization will make the best effort to run the organization well and at the end of the term / stewardship will be responsible for the results of its performance in a liability report (LPJ) in member consultative meeting or in a big event named national deliberation or the highest musyawarah or Congress.

Of course, to run the organization requires more ability than the leader or leaders of the organization. Organizational leaders must be able to manage all the supporting organizations from the vice chairman, secretary general, treasurer, coordinator to members. It takes extra effort from organizational leaders to be able to run the wheel organization well so that at the end of the organization stewardship period, LPJ they can be accepted and used as an example for the successor of the next organization. Certainly, in student organizations, it is also a requirement with a variety of intrigues and interests that can sometimes divide the organization itself.

Therefore, to minimize the occurrence of disunity, it must be built a good managerial organizational pattern by involving all administrators. Pattern "checks and balances" which is also used in the structure of the state, of course, can also be used as a handle for the chairman or leader of the student's organise. Each head of the field or coordinator has the same obligation to manage its members in order to work maximally running all existing programs that have been agreed in the work meeting


Usually the weaknesses in student organizations that incidentally do not have special funds (not intra-campus organization) is lack of fund support to run the work program, coupled with the effort to create a work program that is sometimes rather difficult to achieve alias "bombastic" view from the side of the interests of the organization then the program may not be considered very important. Another thing that is also a weak point of an independent student organization is the lack of control of advisors, whereas, in an independent organization that is not actually a supervisory institution, the advisory role becomes very important to supervise and give input to the board. Of course, if the pattern of supervision or control of the advisor is difficult to realize, so inevitably in the highest musyawarah forum should be triggered a supervisory agency specifically assigned to be a stewardship partner in charge of overseeing and included in the organization AR ART.Apabila all organization corridors, in this case, AD / ART, GBHO or recommendation of the results of the deliberation has been well executed and work programs run with the basis of the results of work meetings, then automatically the organization will run well too.

Differences of Student Organizations at Home and Abroad
Of course, there is a very striking difference between Indonesian student organization conducting the study at home and abroad. Student friends who study abroad are more likely to focus on their study than on the organization, certainly with a variety of logical reasons that all understand and understand. But it can not also be a benchmark that college students in the country and active in the organization better and more superior.


Basically, the organization is a medium for channelling ideas and ideas that sometimes we do not get when studying in college. "Supreme students" would need other media to channel their ideas and ideas. Our society has always assumed that students will always be "critical" and have more concern for the community, are superior and more dependable. It is certainly a basic reference for us as students can provide more value to the community. Do not let us as students "not confident" to speak in public or cannot make a proposal or formal letters, whereas the expectations of the community will certainly always hold that students are "all-around" and "all-around" students.


If you see at a glance the student organizations that exist in various universities in Malaysia, basically almost similar to student organizations in Indonesia, including the "student government" or student administration, where prospective leaders in the organization directly elected by the student community, as well as in Indonesia.


In addition to student government, at the University of Malaysia, there are also many student activities units formed based on student hobbies such as acoustic, soccer, martial arts and other SMEs. One thing that does not exist is the organization of cadres like IMM, HMI, PMII, GMNI in Indonesia. The very large cadre organization in Indonesia certainly becomes a plus for Indonesian students because the movement of cadre organization is more progressive than the nation-Kader organization, although sometimes also in Indonesia this cadre organization is often said to be the "wing" of a big political organization in Indonesia.


A student is a Future Leader Candidate
Being a leader is always synonymous with an organization or a group of people. Starting from family, RT, RW, village to Country. Surely we learn a lot and take lessons from the leadership of our respective parents.

Since we are in the womb until now we are adults, parents become central figures in shaping our character as a leader. Our mom and dad make every effort to make us a good, successful and successful child. Until the time we grew still we still ask for help to parents in any case. Not only when it's hard but in happy circumstances, we are still always troublesome parents. Likewise friends of all PPIM management students who follow this activity, certainly cannot be separated 100% of parental assistance.

Our parents are the central figures of leaders we first know and who influence our next leadership style.

As we grow up, when we are in school, we begin to recognize other leaders, one of our Master. Surely all my friends will always remember one of the elementary teachers, junior high and high school teachers who is considered the best teachers because they love us so much as our parents love us.
 

Maybe there are also among friends all, who started kindergarten, elementary school. Junior high school or senior high school has become a leader, for example being the head of the class, the head of the scout team, ceremonial leader, or organizational leaders at the school level such as OSIS, Scouting, PMR, Paskibra and other units of activity within the scope of the school. It became the forerunner to the formation of leadership character while in college. Students who are active when elementary, junior or high school will definitely be an activist also during college. But there are also when the school does not become anything but when the college became a student activist extraordinary.


Entry in an organization while sitting in college is an option and initial capital to become a leader in the future, because by entering student organizations then automatically leadership will be honed and by itself organizational managerial skills will also be honed so that when one day will enter the world of work or enter into a larger organization then the former student activists by itself are ready to support and backup organizations that they enter and will certainly easily achieve a more brilliant achievement and career than when they become activists in student organizations.


*****

Tidak ada komentar: