Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Rabu, 04 November 2015

SUMPAH PEMUDA DALAM KONTEKS INDONESIA MASA KINI



SUMPAH PEMUDA DALAM KONTEKS INDONESIA MASA KINI
Oleh Hani Adhani [1]

Sudah sejak lama kita memperingati hari sumpah pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Biasanya peringatan sumpah pemuda di acarakan dengan berbagai kegiatan salah satunya adalah upacara bendera dan/atau berbagai acara seremonial lainnya yang kerap dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Gaung peringatan sumpah pemuda memang tidaklah segebyar peringatn hari kemerdekaan padahal apabila dilihat dari sejarah sumpah pemuda justru sumpah pemuda ini adalah cikal bakalnya lahirnya pergerakan kemerdekaan dibawah komando soekarno-hatta. Fanatisme Kedaerahan yang begitu kental pada saat terjadinya kolonialisme di bumi nusantara ini pada akhirnya menjadikan para pemuda diberbagai daerah bersatu guna mendirikan organisasi pemuda yang bersifat nasional dengan satu tujuan yaitu untuk melakukan diplomasi politik guna meredam kolonialisme yang sudah berjalan hampir 3 abad.
Pada saat itu berbagai organisasi pemuda yang masih bersifat kedaerahan seperti Tri Koro Darmo yang kemudian menjadi Jong Java (1915), Jong Soematranen Bond (1917), Jong Islamieten Bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Roekoen dan Pemoeda Kaoem Betawi yang merupakan organisasi bersifat kedaerahan dan kelompok khusus bersatu dalam wadah acara Kongres Pemuda I pada tahun 1926. Adapun Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) yang berdiri setelah selesai Kongres Pemuda I pada tahun 1926 memiliki perberbedaan, yaitu bersifat lintas primordial. PPPI memprakarsai dilaksanakannya Kongres Pemuda II. Kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam kesempatan itu, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan sebagaimana termuat dan dibacakan di akhir kongres. Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, sebagai hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia Raja” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. [2]

Ikrar Sumpah Pemuda
Rumusan hasil kongres tersebut pada akhirnya lebih dikenal denga Ikrar Sumpah Pemuda yang isi dan substansinya sangat dipahami dan dihapal oleh para kita semua saat ini yaitu “kami poetra dan poetri indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air indonesia - kami poetra dan poetri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia - kami poetra dan poetri indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia”. Gerakan sumpah pemuda ini pada akhirnya menjadi tonggak perjuangan para pemuda di seluruh daerah untuk bersatu melawan kolonialisme. Sumpah pemuda menjadi semacam roh dan jiwa bangsa Indonesia yang dengan diiringi lagu Indonesia Raya pada saat pelaksanaan sumpeh pemuda akhirnya mengantar bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia.
Adanya gerakan sumpah pemuda yang diprakarsai oleh seluruh pemuda dari berbagai daerah di Indonesia menjadi titik balik arah perjuangan bangsa dalam upaya melawan kolonialisme dan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Sumpah Pemuda, telah mengalahkan sentimen kesukuan dan kedaerahan dan melahirkan rasa kebangsaan. Demi kepentingan bangsa, para pemuda rela menyampingkan kepentingan organisasi kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan. Mereka bersatu untuk satu tujuan yaitu kemerdekaan Indonesia. Konsep persatuan yang dianut oleh para pemuda dalam Sumpah Pemuda ini pada akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya rasa persatuan dalam berbagai perbedaan (unity in diversity) atau yang lebih dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika.
   Sumpah Pemuda adalah juga landasan inspirasi gagasan besar Bung Karno yang kemudian dirumuskan dalam Pancasila. Arti penting semangat yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda dalam menumbuhkan persatuan yang menjadi modal perjuangan merebut kemerdekaan untuk memasuki masa depan yang lebih baik, dalam perjalanannya sampai dengan era Reformasi telah mengalami berbagai ujian dan cobaan. Sebagian tonggak sejarah bahan tinjauan Sumpah Pemuda setelah tercapainya kemerdekaan.[3]
Makna Sumpah Pemuda
Kini di era Revolusi Mental pemaknaan Sumpah Pemuda pastinya bukan hanya menjadi pelengkap tanggal acara seremonial kenegaraan atau tanggal pengingat kewajiban upacara dalam kelender Pemerintah tapi lebih dari itu tanggal 28 Oktober seyogyanya menjadi momentum action bagi para pemuda untuk kembali on the track bersama dengan rakyat membangun bangsa dan negara tercinta ini.
  Masa depan bangsa terletak di tangan pemuda, sebagaimana Soekarno sampaikan “Berikan aku 10 pemuda dan akan aku goncang dunia”. Kini sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pemuda Indonesia adalah  62,4 juta atau 25% penduduk Indonesia adalah pemuda. Dengan jumlah aset pemuda yang begitu besar yang saat ini dimiliki bangsa Indonesia maka seharusnya saat ini bangsa Indonesia bukan hanya dapat mengguncang dunia tapi lebih dari itu sudah bisa menguasai dunia. Adanya aturan yang mengatur tentang kepemudaan yang dibuat oleh lembaga pembentuk undang-undang (DPR) dengan diundangankannya undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan secara garis besar dapat mengambarkan begitu pentingnya pemuda.
UU Kepemudaan
Dalam konsideran undang-undang Kepemudaan dinyatakan bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan Indonesia, pemuda berperan aktif sebagai ujung tombak dalam mengantarkan bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat. Begitupun dalam pembaruan dan pembangunan bangsa, pemuda mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis sehingga perlu dikembangkan potensi dan perannya melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan sebagai bagian dari pembangunan nasional dan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, diperlukan pemuda yang berakhlak mulia, sehat, tangguh, cerdas, mandiri, dan profesional. Selain itu, untuk membangun pemuda, diperlukan pelayanan kepemudaan dalam dimensi pembangunan di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Muatan utama yang paling penting dalam undang-undang tersebut adalah dengan diaturnya pola pembangunan kepemudaan yang bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun dalam pelaksanaanya pola pembangunan  kepemudaan membutuhkan energi besar bukan hanya dari Pemerintah tapi yang paling utama adalah dari keluarga. Pemuda yang rata-rata berusia antara 16 sampai 30 tahun adalah agen of change dalam masyarakat dan dalam organisasi kepemudaan.

Peran Keluarga
Wujud nyata pembangunan pemuda khususnya dalam upaya melahirkan pemuda yang  berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tentunya bukan hanya menjadi tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintah karena justru pembentukan karakter pemuda berawal dari rumah dalam hal ini keluarga. Peran orang tua menjadi sangat penting dalam upaya mewujudkan pemuda yang dicita-citakan sebagaimana disebutkan dalam undang-undang kepemudaan.
Adanya sinergitas antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan organisasi kepemudaan dalam upaya mewujudkkan pelayanan dan pembangunan  kepemudaan tentunya harus didukung oleh setiap keluarga Indonesia. Figur ayah dan ibu dalam membangun karakter anak pada akhirnya akan melahirkan  pemuda yang tangguh dan bertanggung jawab. Meskipun hal mengenai pentingnya peran orang tua dalam upaya membangun kepemudaan tidak disebutkan secara spesifik dalam undang-undang kepemudaan namun hal tersebut tentunya tidak akan menghapus nilai kebaikan para orang tua yang bahu membahu dengan masyarakat membentuk karakter pemuda sebagaimana yang dicita-citakan yaitu  pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan.
Tentunya cita-cita tersebut bukanlah sesuatu yang utopis, banyaknya bermunculan tokoh pemuda yang berkarakter dan berintegritas pada masa era sumpah pemuda dan era kemerdekaan tentunya menjadi pekerjaan rumah kita saat ini di era Revolusi Mental Pemerintahan Jokowi agar juga di era saat ini bermunculan tokoh tokoh pemuda yang berkarakter dan berintegritas yang memiliki sifat mulia untuk membantu segenap rakyat Indonesia mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
*****


[1] Ketua Alumni Keluarga Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KAUMY) DKI Jakarta. Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi. Alamat Kantor :Gedung MK Lantai 7 Jl. Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat.Tlp; 021 23529000 - HP: 0812 831 50373 – email : adhanihani@gmail.com

[2] Lihat Paper “MEMAKNAI SUMPAH PEMUDA DI ERA REFORMASI”,  Sutejo K. Widodo. (Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro)

[3] Ibid

Tidak ada komentar: