Terlampir Opini tentang Pemilu di Malaysia yang dimuat di website Republika. Opini dibuat setelah kemenangan partai oposisi di Malaysia.
Berikut link website republika >> https://www.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/06/08/p9z0db440-babak-baru-demokrasi-malaysia
Oleh
Hani Adhani *)
Tepat tanggal 9 Mei 2018 yang lalu, Malaysia telah melaksanakan
Pemilihan Umum yang ke 14 yang merupakan hajatan demokrasi yang diselenggarakan
setiap lima tahun sekali. Tidak seperti di Indonesia, Pemilihan Umum di
Malaysia hanya diselenggarakan sekali saja untuk memilih anggota parlemen dan
juga anggota senat yang terdiri dari Dewan Negara (DPD), Dewan Rakyat (DPR)
Federal dan Dewan Rakyat (DPRD) di negara bagian.
Untuk tingkat pusat atau federal, komposisi jumlah kursi Dewan Rakyat
yang diperebutkan oleh seluruh partai politik adalah berjumlah 222 kursi, 505
kursi Dewan Rakyat untuk negara bagian dan untuk Dewan Negara, kursi yang
diperebutkan adalah berjumlah 70 kursi dengan ketentuan 26 kursi diperebutkan
melalui Pemilihan Umum. Calon anggota Dewan Negara tersebut berasal dari negara
bagian dengan jatah tiap negara bagian berjumlah dua orang, sedangkan sisanya
dipilih oleh Raja yang berjumlah 44 orang.
Untuk Dewan Rakyat Federal dan Dewan Rakya Negara Bagian dipilih dari
partai politik atau koalisi partai politik. Yang menarik dari sistem pemilihan
umum di Malaysia ini adalah partai politik atau koalisi partai yang meraih
kursi terbanyak untuk Dewan Rakyat, baik federal maupun negara bagian akan
secara otomatis menjadi pemenang pemilihan umum dan berhak mengatur jalannya
pemerintahan yang dipimpin oleh seorang perdana menteri untuk pemerintahan
federal dan gubernur untuk negara bagian selama lima tahun.
Meskipun jumlah penduduk Malaysia saat ini kurang lebih sekitar 30 juta
jiwa, namun jumlah pemilih yang terdaftar dan berhak untuk melakukan pengundian
(pemilu) berdasarkan data Komisi Pemilihan Malaysia hanya 14,940,624
orang. Masyarakat yang memiliki hak
untuk memilih adalah masyarakat yang telah berusia diatas 21 tahun, sehingga
mekanisme pemilihan umum di Malaysia tidaklah serumit pemilihan umum di
Indonesia.
Jumlah pemilih tetap di pemilihan umum Malaysia boleh dikatakan hanya
selevel dengan pemilihan di satu provinsi di Indonesia. Hasil pemilihan umum di
Malaysia dapat segera diumumkan hanya beberapa saat setelah pelaksanaan proses
pemilihan umum.
Pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia hanya dapat dilaksanakan setelah
perdana menteri membubarkan parlemen. Selanjutnya Komisi Pemilihan Umum
Malaysia sesuai amanat konstitusi Malaysia diberikan waktu untuk mempersiapkan
pelaksanaaan pemilihan umum dengan tenggat waktu maksimal 60 hari setelah
parlemen dibubarkan oleh perdana menteri, dan parlemen hasil pemilu harus
terbentuk paling lambat 120 hari setelah pembubaran tersebut.
Selain itu, tidak seperti di Indonesia, partai politik di Malaysia
dapat melakukan koalisi sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Jumlah partai yang
terdaftar di Komisi Pemilihan Umum Malaysia saat ini adalah berjumlah 53 partai
yang kemudian partai-partai tersebut berkoalisi hingga akhirnya menjadi 3
partai koalisi yaitu Barisan Nasional, Pakatan Harapan dan Partai Islam
Se-Malaysia (PAS).
Barisan Nasional adalah koalisi partai pemerintah yang juga incumbent
dibawah pimpinan Perdana Menteri Najib Razak yang selama lebih dari 60 tahun
memenangi pemilihan umum di Malaysia, sedangkan Koalisi Pakatan Harapan adalah
partai oposisi (pembangkang) yang dipimpin Anwar Ibrahim dan juga mendapatkan
dukungan dari mantan perdana menteri Mahathir Mohamad.
Kemenangan Partai Pembangkang
Pemilihan Umum Malaysia yang ke-14 ini termasuk pemilihan yang cukup
panas dan menegangkan. Banyak isu yang menerpa partai pemerintah sehingga
menyebabkan partai oposisi berada diatas angin untuk memenanngkan pemilihan
umum kali ini.
Selain itu, hal yang paling menarik dalam pemilihan umum kali ini
adalah dengan bergabungnya tokoh besar yang juga mantan perdana menteri dan
bapak pembangunan Malaysia yaitu Mahathir Mohamad yang bergabung dalam koalisi
partai oposisi yaitu Pakatan Harapan. Sebelumnya justru Mahathir pernah
berselisih dengan pemimpin Pakatan Harapan yaitu Anwar Ibrahim.
Namun perseteruan itu sepertinya dapat diredam oleh Mahathir dan juga
Anwar demi untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan rakyat dan
negara Malaysia.
Kemenangan Pakatan Harapan yang berhasil mengalahkan partai pemerintah
yang telah berkuasa selama lebih dari 60 tahun ini menjadi momentum dan babak
baru bagi proses demokratisasi di Malaysia. Kemenangan tersebut membuktikan
bahwa rakyat Malaysia-lah yang sebenarnya memiliki kekuasaan untuk menentukan
siapa pemimpin pilihan mereka yang bisa mewujudkan kesejahteraan mereka.
Selain itu, bilik suara juga menjadi media bagi rakyat untuk melakukan
“penghakiman” terhadap adanya ketidakadilan yang mungkin dirasakan oleh rakyat
Malaysia pada saat pemerintahan sebelumnya, sehingga hal tersebut menjadi
momentum dan babak baru bagi proses demokrasi di Malaysia dan pembelajaran
politik yang luar biasa bagi rakyat Malaysia demi mewujudkan masyarakat dan
negara Malaysia yang lebih baik lagi.
Semoga proses demokratisasi yang terjadi di Malaysia ini dapat
memberikan contoh bagi masyarakat dunia bahwa rakyatlah pemegang kedaulatan
sesungguhnya.
*) Hani Adhani. Mahasiswa Program Doktor
Ilmu Hukum IIUM Malaysia. Wakil Koordinator Divisi Hukum dan Advokasi Persatuan
Pelajar Indonesia se-Malaysia. Bekerja di Mahkamah Konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar