Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Jumat, 12 Oktober 2018

M F I : Negarawan Sebenarnya?


Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati

Tulisan ini merupakan bagian dari Buku "Serviam: Pengabdian dan Pemikiran Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati" yang dibuat oleh teman-teman MK sebagai hadiah dan kenang-kenangan untuk beliau setelah beliau paripurna menjadi Hakim MK. 
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua untuk meniru jejak langkah Prof. Maria Farida Indrati.



M F I : Negarawan Sebenarnya?
Oleh
Hani Adhani

            Hanya dalam hitungan hari, salah satu lukisan besar hakim konstitusi yang dipajang di lantai 4 lorong gedung Mahkamah Konstitusi  (MK) akan berpindah tempat ke museum  konstitusi di lantai 8 gedung yang sama. Perpindahan lukisan besar hakim konstitusi tersebut tentu akan diiringi “senyum sumringah” dari seluruh pegawai MK dan juga pujian dari masyarakat Indonesia khususnya para pencari keadilan serta perempuan Indonesia, oleh karena salah seorang srikandi hukum terbaik negeri ini telah paripurna menyelesaikan pengabdiannya di Mahkamah Konstitusi.
            Tentu kita sudah dapat menebak dan mengetahui siapa sosok srikandi hukum tersebut. Beliau adalah MFI, yang hingga generasi keempat hakim konstitusi beliau masih menjadi satu-satunya perempuan yang terpilih menjadi hakim konstitusi. Bagi para pencari keadilan yang sering datang beracara di MK dan juga bagi pegawai MK, memanggil inisial para hakim konstitusi dengan sebutan nama singkatan adalah hal yang biasa saja dan itu memang sudah dilakukan lama sejak MK ada. Dalam berbagai dokumen yang dikeluarkan oleh Kepaniteraan MK, nama hakim memang selalu disingkat dengan inisial namanya dan biasanya nama inisial tersebut dimunculkan hanya dalam jadwal sidang dengan tujuannya adalah untuk memudahkan saja.   
            Salah satu inisial yang paling mudah dicari dan juga diingat adalah MFI. Pastinya kita sangat paham siapa inisial MFI ini. MFI adalah insial singkatan dari Maria Farida Indrati, satu-satu hakim konstitusi perempuan di Mahkamah Konstitusi yang sudah dua periode menjalankan amanah menjadi seorang negarawan, punggawa hukum yang bertugas untuk mengawal konstitusi dan menjaga demokrasi Indonesia.
            Sosok "Bunda Maria" -panggilan sayang dari pegawai MK untuk Ibu Maria Farida Indrati- termasuk salah satu sosok hakim MK yang sulit untuk digantikan atau boleh dikatakan tidak tergantikan. Ada banyak hal dan alasan yang rasional yang menyebabkan Prof. Maria Farida Indrati tidak akan tergantikan, diantara:
Sederhana dan Peduli
       Menjadi pejabat negara sekaliber Hakim MK tentu akan dihiasi dengan berbagai fasilitas jabatan yang cukup wah ataupun mewah dan ini tentu saja juga berlaku untuk semua pejabat negara di Indonesia. Namun, Bunda Maria termasuk yang agak berbeda menempatkan posisi jabatannya plus fasilitasnya. Menurut Ujang (driver Ibu Maria) yang sudah sejak lama menjadi driver Ibu Maria, Ibu Maria meski sudah menjadi hakim konstitusi tetaplah seorang figur ibu yang selalu identik dengan jiwa mengajar dan juga Ibu Rumah Tangga. Tidak ada yang berubah dari sosok beliau. Rumah, perabotan masih tetap seperti dulu, mobil kijang LGX yang menjadi kesayangan Ibu Maria masih sering beliau pakai dan malah bepergian ke luar kota khususnya kota kelahirannya Solo. “Ibu Maria lebih nyaman memakai mobil kijang LGX kesayangannya”, begitu Ujang menuturkan. Padahal apabila melihat penghasilan hakim saat ini, baik hakim konstitusi ataupun hakim agung, untuk membeli mobil sekelas velfire ataupun mercedes benz tidaklah begitu sulit. Selain itu menurut ujang, ibu juga tetap masih sering membawa makanan dari rumah dan masih menyempatkan memasak sendiri untuk keluarganya. Itulah sekilas hal terkait gaya hidup sederhana yang diperlihatkan MFI yang mungkin tidak diketahui banyak orang.
       Hal lain yang juga cukup menjadi pembeda dari sosok MFI adalah kepedulian dari Ibu Maria terhadap para staf yang membantunya. Mulai dari driver, ajudan, security, sekretaris, peneliti, hingga panitera pengganti. Ibu Maria sangat care dengan mereka. Salah satu contoh yang paling mudah adalah beliau selalu berupaya untuk hadir dalam setiap undangan yang berasal dari seluruh staf dan/atau pegawai MK dan malah saya mendengar beliau beberapa kali datang ke rumah keluarga Ujang (driver) yang notabene rumahnya ada di Kota Tasikmalaya. Kepedulian yang sangat tinggi dari seorang MFI terhadap para stafnya tentunya menjadi nilai pembeda yang pastinya akan sulit didapatkan dari sosok pejabat lain di negeri ini.
Religius Islami
       Kalimat diatas pernah terlontar dari wakil ketua MK periode ketiga yaitu Prof. Ahmad Sodiki, bahwa Bunda Maria meski beragama katolik namun tingkah laku dan tutur katanya sangatlah Islami. Beliau tidak pernah marah, tidak pernah bertutur kata kasar, selalu berpuasa, selalu hadir ke sidang MK tepat waktu, selalu tersenyum kepada semua pegawai MK mulai dari security, OB, staf hingga sesama kolega hakim MK. Semua orang yang bertemu Bunda Maria pasti ingin menyapa dan bersalaman dengan beliau, dan beliau pun selalu menyapa setiap orang yang beliau temui. Belum lagi apabila menjelang Ramadhan, tepatnya satu hari menjelang Ramadhan, beliau selalu membawa makanan dari rumah untuk diberikan kepada seluruh pegawai MK pada saat makan siang. Beliau mengundang seluruh pegawai MK untuk makan siang bersama di ruangan beliau di lantai 13 dan itu rutin beliau lakukan setiap menjelang Ramadhan.
       Belum lagi apabila menjelang hari raya Idul Fitri, beliaulah yang mengingatkan para hakim untuk berbagi rizki dengan semua pegawai dan staf MK dan Bunda Maria lah yang mengumpulkan dan membagikan THR untuk semua pegawi MK mulai dari OB, security hingga pegawai PNS MK. Begitu luar biasanya ahlaq Ibu Maria. Tentunya sebutan religius Islami yang diberikan Prof. Ahmad Sodiki bukanlah isapan jempol belaka, memang hal tersebut terlihat dari ahlaq yang Ibu Maria tunjukan kepada kita semua pegawai MK.
Pembela Hak Perempuan
       Sebagai satu-satunya hakim perempuan dari 9 hakim konstitusi, sosok MFI memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Beliau adalah salah satu lulusan fakultas hukum UI terbaik. Gelar guru besar atau  profesor yang beliau dapatkan dari Universitas Indonesia bukanlah gelar “abal-abal” yang asal diberikan. Gelar Guru Besar Bidang Ilmu Perundang-undangan tersebut disandangkan kepada MFI karena memang beliau sangat ahli atau pakar dibidang ilmu perundang-undangan. Beliau saat ini mungkin menjadi satu-satunya perempuan Indonesia yang bergelar Prof atau guru besar bidang ilmu perundang-undangan. Oleh karenanya jangan heran apabila dalam perdebatan di ruang sidang MK, para ahli hukum yang selalu dihadirkan oleh para pihak sering dimuat “mati kutu” oleh pertanyaan Ibu Maria terkait dengan ilmu perundang-undangan. 
       Selain itu, dari sekian banyak perkara yang masuk ke MK khususnya terkait dengan perkara pengujian undang-undang, Ibu Maria termasuk salah satu hakim yang konsisten membela hak-hak perempuan dan juga hak anak. Beberapa putusan yang cukup fenomenal dimana Prof. Maria justru berbeda pendapat dan menyampaikan dissenting opinion diantaranya dalam perkara nomor 30/PUU-XII/2014 dan perkara nomor 74/PUU-XII/2014 terkait dengan isu kenaikan batas usia minimal pernikahan wanita menjadi 18 tahun. Dalam perkata tersebut, 8 hakim MK justru sepakat untuk menolak permohonan tersebut, sedangkan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati justru berpendapat bahwa seharusnya permohonan tersebut dikabulkan oleh MK. Dalam putusan tersebut Prof. Maria terlihat sangat konseun terhadap hak konstitusional perempuan dan juga hak konstitusional anak. Putusan tersebut menjadi salah satu landmark dari seorang hakim konstitusi perempuan oleh karena hal yang diadili juga terkait langsung dengan hak perempuan yang tentu tidak bisa dipahami 100% oleh para laki-laki.
       Tentunya konsistensi MFI dalam membela hak perempuan dalam setiap putusan MK ini sangat patut kita hargai dan kita beri acungan jempol oleh karena faktanya negara Indonesia yang berpenduduk  kurang lebih 270 juta, memiliki jumlah penduduk perempuan yang banyak dan pastinya membutuhkan perhatian khusus agar hak-haknya tetap dilindungi oleh konstitusi. Oleh karenanya, kehadiran Bunda Maria di MK menjadi penyeimbang dalam upaya untuk membela dan menyuarakan hak-hak perempuan dan juga hak-hak anak Indonesia. 
Negarawan Sebenarnya
       Adanya banyak cibiran masyarakat terhadap MK khususnya atas berbagai kasus terdahulu yang menimpa beberapa hakim MK tentunya menjadi pukulan telak buat lembaga MK sendiri. Upaya MK untuk kembali bangkit dan memulihkan kepercayaan masyarakat tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Meski MK saat ini mempunyai lembaga dewan etik, namun hal tersebut tidak memberikan jaminan bahwa hakim MK akan clear and clean. Rongrongan untuk menggoda hakim MK pasti akan datang dari segala penjuru dan pastinya dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Tentunya untuk menutup ruang rongrongan dan godaan tersebut dibutuhkan figur seorang hakim konstitusi yang memiliki mental dan jiwa negarawan yang sebenarnya. Pengertian Hakim Konstitusi yang memiliki mental dan jiwa  negawan yang sebenarnya adalah hakim yang benar-benar memilik integritas diatas rata-rata, rela untuk menjadi mahluk yang kesepian, rela untk terus bersembunyi jauh dari hiruk pikuk duniawi dan menjadikan tugas mengadili serta membuat putusan sebagai tugas yang paling utama dibandingkan jalan-jalan dan hal lainnya.
       Sosok “negarawan yang sebenarnya” tersebut pastinya sudah ada dalam diri Prof. Maria Farida Indrati. Masyarakat tentunya dapat melihat dan menilai secara objektif bagaimana kiprah Ibu Maria selama 10 tahun menjadi hakim MK, apa saja yang telah beliau lakukan untuk MK dan juga untuk Bangsa Indonesia. Gambaran karakter sosok Bunda Maria dari point 1 s.d point 3 diatas tentunya dapat menjadi indikator bahwa Prof. Maria adalah benar-benar seorang negarawan yang paham benar bagaimana menjadikan profesi hakim sebagai profesi yang mulia, kesepian dan jauh dari hingar bingar duniawi.
       Itulah 4 hal gambaran positif tentang figur hakim konstitusi perempuan pertama yaitu Maria Farida Indrati yang dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dan generasi muda Indonesia khususnya untuk para srikandi Indonesia yang berkeinginan untuk menjadi negarawan.
       Tentunya kita berharap lukisan besar Prof. Maria Farida Indrati yang saat ini ada di lorong lantai 4 gedung Mahkamah Konstitusi  dan dalam beberapa saat lagi akan dipindahkan ke museum konstitusi di lantai 8 menjadi gambaran kisah sukses dan prestasi gemilang hakim konstitusi perempuan Indonesia, seperti halnya yang dilakukan oleh Museum Galeri Foto Nasional Amerika Serikat yang  memajang lukisan empat hakim agung perempuan Amerika Serikat yang pertama (the four justices) yaitu Sandra Day O’Connor, Ruth Bader Ginsburg, Sonia Sotomayor dan Elena Kagan, sebagai bentuk penghargaan atas berbagai pencapaian hebat yang dibuat keempat hakim agung perempuan tersebut sehingga menjadi contoh dan teladan bagi generasi di masa depan.
       Tentunya kita berharap pengganti Prof. Maria Farida Indrati yang merupakan pilihan dari Presiden dan saat ini sedang digodok oleh tim pansel juga akan berhasil memilih dan merekomendasikan kepada Presiden Jokowi salah satu srikandi hukum yang bisa melanjutkan kiprah dan perjuangan Prof. Maria Farida Indrati dalam menjaga hak-hak perempuan dan hak anak-anak Indonesia di Mahkamah Konstitusi.
*****




Tidak ada komentar: