Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati |
Tulisan ini merupakan bagian dari Buku "Serviam: Pengabdian dan Pemikiran Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati" yang dibuat oleh teman-teman MK sebagai hadiah dan kenang-kenangan untuk beliau setelah beliau paripurna menjadi Hakim MK.
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua untuk meniru jejak langkah Prof. Maria Farida Indrati.
M F I : Negarawan Sebenarnya?
Oleh
Hanya
dalam hitungan hari, salah satu lukisan besar hakim konstitusi yang dipajang di
lantai 4 lorong gedung Mahkamah Konstitusi (MK) akan berpindah tempat ke museum konstitusi di lantai 8 gedung yang sama.
Perpindahan lukisan besar hakim konstitusi tersebut tentu akan diiringi “senyum
sumringah” dari seluruh pegawai MK dan juga pujian dari masyarakat Indonesia
khususnya para pencari keadilan serta perempuan Indonesia, oleh karena salah
seorang srikandi hukum terbaik negeri ini telah paripurna menyelesaikan pengabdiannya
di Mahkamah Konstitusi.
Tentu
kita sudah dapat menebak dan mengetahui siapa sosok srikandi hukum tersebut. Beliau
adalah MFI, yang hingga generasi keempat hakim konstitusi beliau masih menjadi satu-satunya
perempuan yang terpilih menjadi hakim konstitusi. Bagi para pencari
keadilan yang sering datang beracara di MK dan juga bagi pegawai MK, memanggil
inisial para hakim konstitusi dengan sebutan nama singkatan adalah hal yang
biasa saja dan itu memang sudah dilakukan lama sejak MK ada. Dalam berbagai
dokumen yang dikeluarkan oleh Kepaniteraan MK, nama hakim memang selalu
disingkat dengan inisial namanya dan biasanya nama inisial tersebut dimunculkan
hanya dalam jadwal sidang dengan tujuannya adalah untuk memudahkan saja.
Salah
satu inisial yang paling mudah dicari dan juga diingat adalah MFI. Pastinya
kita sangat paham siapa inisial MFI ini. MFI adalah insial singkatan dari Maria Farida Indrati, satu-satu hakim konstitusi
perempuan di Mahkamah Konstitusi yang sudah dua periode menjalankan amanah
menjadi seorang negarawan, punggawa hukum yang bertugas untuk mengawal
konstitusi dan menjaga demokrasi Indonesia.
Sosok
"Bunda Maria" -panggilan sayang dari pegawai MK untuk Ibu Maria
Farida Indrati- termasuk salah satu sosok hakim MK yang sulit untuk digantikan
atau boleh dikatakan tidak tergantikan. Ada banyak hal dan alasan yang
rasional yang menyebabkan Prof. Maria Farida Indrati tidak akan tergantikan,
diantara:
Menjadi
pejabat negara sekaliber Hakim MK tentu akan dihiasi dengan berbagai fasilitas
jabatan yang cukup wah ataupun mewah dan ini tentu saja juga berlaku untuk
semua pejabat negara di Indonesia. Namun, Bunda Maria termasuk yang agak
berbeda menempatkan posisi jabatannya plus fasilitasnya. Menurut Ujang (driver Ibu Maria) yang sudah sejak lama
menjadi driver Ibu Maria, Ibu Maria meski sudah menjadi hakim konstitusi
tetaplah seorang figur ibu yang selalu identik dengan jiwa mengajar dan juga
Ibu Rumah Tangga. Tidak ada yang berubah dari sosok beliau. Rumah, perabotan
masih tetap seperti dulu, mobil kijang LGX yang menjadi kesayangan Ibu Maria
masih sering beliau pakai dan malah bepergian ke luar kota khususnya kota kelahirannya
Solo. “Ibu Maria lebih nyaman memakai
mobil kijang LGX kesayangannya”, begitu Ujang menuturkan. Padahal apabila
melihat penghasilan hakim saat ini, baik hakim konstitusi ataupun hakim agung,
untuk membeli mobil sekelas velfire
ataupun mercedes benz tidaklah begitu
sulit. Selain itu menurut ujang, ibu juga tetap masih sering membawa makanan
dari rumah dan masih menyempatkan memasak sendiri untuk keluarganya. Itulah
sekilas hal terkait gaya hidup sederhana yang diperlihatkan MFI yang mungkin tidak
diketahui banyak orang.
Hal lain
yang juga cukup menjadi pembeda dari sosok MFI adalah kepedulian dari Ibu Maria
terhadap para staf yang membantunya. Mulai dari driver, ajudan, security, sekretaris, peneliti, hingga
panitera pengganti. Ibu Maria sangat care
dengan mereka. Salah satu contoh yang paling mudah adalah beliau selalu
berupaya untuk hadir dalam setiap undangan yang berasal dari seluruh staf dan/atau
pegawai MK dan malah saya mendengar beliau beberapa kali datang ke rumah
keluarga Ujang (driver) yang notabene rumahnya ada di Kota Tasikmalaya.
Kepedulian yang sangat tinggi dari seorang MFI terhadap para stafnya tentunya
menjadi nilai pembeda yang pastinya akan sulit didapatkan dari sosok pejabat
lain di negeri ini.
Religius
Islami
Kalimat diatas pernah terlontar dari
wakil ketua MK periode ketiga yaitu Prof. Ahmad Sodiki, bahwa Bunda Maria meski
beragama katolik namun tingkah laku dan tutur katanya sangatlah Islami. Beliau
tidak pernah marah, tidak pernah bertutur kata kasar, selalu berpuasa, selalu
hadir ke sidang MK tepat waktu, selalu tersenyum kepada semua pegawai MK mulai
dari security, OB, staf hingga sesama kolega hakim MK. Semua orang yang bertemu
Bunda Maria pasti ingin menyapa dan bersalaman dengan beliau, dan beliau pun selalu
menyapa setiap orang yang beliau temui. Belum lagi apabila menjelang Ramadhan,
tepatnya satu hari menjelang Ramadhan, beliau selalu membawa makanan dari rumah
untuk diberikan kepada seluruh pegawai MK pada saat makan siang. Beliau
mengundang seluruh pegawai MK untuk makan siang bersama di ruangan beliau di
lantai 13 dan itu rutin beliau lakukan setiap menjelang Ramadhan.
Belum lagi
apabila menjelang hari raya Idul Fitri, beliaulah yang mengingatkan para hakim
untuk berbagi rizki dengan semua pegawai dan staf MK dan Bunda Maria lah yang
mengumpulkan dan membagikan THR untuk semua pegawi MK mulai dari OB, security
hingga pegawai PNS MK. Begitu luar biasanya ahlaq Ibu Maria. Tentunya sebutan
religius Islami yang diberikan Prof. Ahmad Sodiki bukanlah isapan jempol
belaka, memang hal tersebut terlihat dari ahlaq yang Ibu Maria tunjukan kepada
kita semua pegawai MK.
Pembela Hak
Perempuan
Sebagai satu-satunya hakim perempuan
dari 9 hakim konstitusi, sosok MFI memang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Beliau adalah salah satu lulusan fakultas hukum UI terbaik. Gelar guru besar
atau profesor yang beliau dapatkan dari Universitas
Indonesia bukanlah gelar “abal-abal” yang asal diberikan. Gelar Guru Besar
Bidang Ilmu Perundang-undangan tersebut disandangkan kepada MFI karena memang
beliau sangat ahli atau pakar dibidang ilmu perundang-undangan. Beliau saat ini
mungkin menjadi satu-satunya perempuan Indonesia yang bergelar Prof atau guru
besar bidang ilmu perundang-undangan. Oleh karenanya jangan heran apabila dalam
perdebatan di ruang sidang MK, para ahli hukum yang selalu dihadirkan oleh para
pihak sering dimuat “mati kutu” oleh pertanyaan Ibu Maria terkait dengan ilmu
perundang-undangan.
Selain
itu, dari sekian banyak perkara yang masuk ke MK khususnya terkait dengan
perkara pengujian undang-undang, Ibu Maria termasuk salah satu hakim yang
konsisten membela hak-hak perempuan dan juga hak anak. Beberapa putusan yang
cukup fenomenal dimana Prof. Maria justru berbeda pendapat dan menyampaikan dissenting opinion diantaranya dalam
perkara nomor 30/PUU-XII/2014 dan perkara nomor 74/PUU-XII/2014 terkait dengan
isu kenaikan batas usia minimal pernikahan wanita menjadi 18 tahun. Dalam
perkata tersebut, 8 hakim MK justru sepakat untuk menolak permohonan tersebut,
sedangkan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati justru berpendapat bahwa
seharusnya permohonan tersebut dikabulkan oleh MK. Dalam putusan tersebut Prof.
Maria terlihat sangat konseun terhadap hak konstitusional perempuan dan juga
hak konstitusional anak. Putusan tersebut menjadi salah satu landmark dari seorang hakim konstitusi
perempuan oleh karena hal yang diadili juga terkait langsung dengan hak
perempuan yang tentu tidak bisa dipahami 100% oleh para laki-laki.
Tentunya
konsistensi MFI dalam membela hak perempuan dalam setiap putusan MK ini sangat
patut kita hargai dan kita beri acungan jempol oleh karena faktanya negara Indonesia
yang berpenduduk kurang lebih 270 juta,
memiliki jumlah penduduk perempuan yang banyak dan pastinya membutuhkan
perhatian khusus agar hak-haknya tetap dilindungi oleh konstitusi. Oleh
karenanya, kehadiran Bunda Maria di MK menjadi penyeimbang dalam upaya untuk
membela dan menyuarakan hak-hak perempuan dan juga hak-hak anak Indonesia.
Negarawan
Sebenarnya
Adanya banyak cibiran masyarakat
terhadap MK khususnya atas berbagai kasus terdahulu yang menimpa beberapa hakim
MK tentunya menjadi pukulan telak buat lembaga MK sendiri. Upaya MK untuk
kembali bangkit dan memulihkan kepercayaan masyarakat tidaklah semudah membalikan
telapak tangan. Meski MK saat ini mempunyai lembaga dewan etik, namun hal tersebut
tidak memberikan jaminan bahwa hakim MK akan clear and clean.
Rongrongan untuk menggoda hakim MK pasti akan datang dari segala penjuru dan
pastinya dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Tentunya untuk menutup
ruang rongrongan dan godaan tersebut dibutuhkan figur seorang hakim konstitusi
yang memiliki mental dan jiwa negarawan yang sebenarnya. Pengertian Hakim
Konstitusi yang memiliki mental dan jiwa negawan yang sebenarnya adalah
hakim yang benar-benar memilik integritas diatas rata-rata, rela untuk menjadi
mahluk yang kesepian, rela untk terus bersembunyi jauh dari hiruk pikuk duniawi
dan menjadikan tugas mengadili serta membuat putusan sebagai tugas yang paling
utama dibandingkan jalan-jalan dan hal lainnya.
Sosok “negarawan
yang sebenarnya” tersebut pastinya sudah ada dalam diri Prof. Maria Farida
Indrati. Masyarakat tentunya dapat melihat dan menilai secara objektif
bagaimana kiprah Ibu Maria selama 10 tahun menjadi hakim MK, apa saja yang
telah beliau lakukan untuk MK dan juga untuk Bangsa Indonesia. Gambaran karakter
sosok Bunda Maria dari point 1 s.d point 3 diatas tentunya dapat menjadi
indikator bahwa Prof. Maria adalah benar-benar seorang negarawan yang paham
benar bagaimana menjadikan profesi hakim sebagai profesi yang mulia, kesepian
dan jauh dari hingar bingar duniawi.
Itulah 4
hal gambaran positif tentang figur hakim konstitusi perempuan pertama yaitu Maria
Farida Indrati yang dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dan generasi muda
Indonesia khususnya untuk para srikandi Indonesia yang berkeinginan untuk
menjadi negarawan.
Tentunya
kita berharap lukisan besar Prof. Maria Farida Indrati yang saat ini ada di
lorong lantai 4 gedung Mahkamah Konstitusi dan dalam beberapa saat lagi akan dipindahkan
ke museum konstitusi di lantai 8 menjadi gambaran kisah sukses dan prestasi
gemilang hakim konstitusi perempuan Indonesia, seperti halnya yang dilakukan
oleh Museum Galeri Foto Nasional Amerika Serikat yang memajang lukisan
empat hakim agung perempuan Amerika Serikat yang pertama (the four justices) yaitu Sandra Day O’Connor, Ruth Bader Ginsburg,
Sonia Sotomayor dan Elena Kagan, sebagai bentuk penghargaan atas berbagai
pencapaian hebat yang dibuat keempat hakim agung perempuan tersebut sehingga
menjadi contoh dan teladan bagi generasi di masa depan.
Tentunya kita
berharap pengganti Prof. Maria Farida Indrati yang merupakan pilihan dari Presiden
dan saat ini sedang digodok oleh tim pansel juga akan berhasil memilih dan
merekomendasikan kepada Presiden Jokowi salah satu srikandi hukum yang bisa
melanjutkan kiprah dan perjuangan Prof. Maria Farida Indrati dalam menjaga
hak-hak perempuan dan hak anak-anak Indonesia di Mahkamah Konstitusi.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar