Hani Adhani |
Opini ini terinspirasi oleh banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak-anak dan juga orang tua di Indonesia khususnya yang memakai kendaraan roda dua.
Opini ini dimuat di website PPI Dunia >>> http://ppidunia.org/2018/10/14/pojok-opini-etika-berlalu-lintas-dan-budaya-taat-hukum/
Opini ini dimuat di website PPI Dunia >>> http://ppidunia.org/2018/10/14/pojok-opini-etika-berlalu-lintas-dan-budaya-taat-hukum/
Etika Berlalu Lintas dan Budaya Taat Hukum
Oleh
Hani Adhani *)
Beberapa waktu
lalu dimedia sosial, viral beberapa video yang menggambarkan bagaimana
anak-anak dibawah umur mengendarai kendaraan roda dua tanpa memakai helm,
membonceng dua temannya padahal masih belum dewasa dan tidak mempunyai surat
izin mengemudi (SIM). Selain itu, dalam video lain juga diperlihatkan anak-anak
yang menangis oleh karena akan ditilang oleh polisi serta anak-anak yang
ditegur oleh polisi karena mengendarai kendaraan roda dua tanpa memiliki SIM,
tidak memakai helm, tidak membawa STNK dan melanggar lalu lintas.
Pemandangan yang
menjadi viral tersebut pastinya bukan pemandangan yang luar biasa di Indonesia,
hal tersebut justru menjadi pemandangan yang sudah biasa kita lihat. Anak-anak
yang masih duduk sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah
menengah atas (SMA) seperti sudah lumrah memakai kendaraan roda dua di jalanan
tanpa helm, tidak membawa STNK dan tidak memiliki SIM.
Hal tersebut
terjadi bukan hanya ada di kota-kota besar, namun juga terjadi di kampung
kampung di seluruh Indonesia dan kita sebagai masyarakat sepertinya menganggap
hal yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah hal biasa saja. Padahal kita
sangat memahami bahwa apa yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah salah
dan melanggar hukum. Namun, oleh karena pelanggaran tersebut dilakukan
secara bersama-sama dan serta terus menerus, maka pada akhirnya pelanggaran lalu
lintas tersebut dianggap hal biasa dan bukan merupakan bagian dari pelanggaran
hukum.
Peran Orang Tua, Guru dan Polisi
Data dari Kepolisian
Republik Indonesia terkait kecelakaan lalu lintas khususnya kendaraan roda dua
yang pengendaranya anak-anak setidaknya ada sekitar ribuan anak-anak yang menjadi
korban kecelakaan lalu lintas oleh karena mengendarai kendaraan bermotor dan
mengalami kecelakaan. Bagi orang tua yang pernah merasakan kehilangan buah
hatinya karena kecelakaan kendaraan bermotor pasti akan sangat setuju untuk
menindaklanjuti dan menghukum anak-anak yang mengendarai kendaraan bermotor
oleh karena belum cukup umur. Kendaraan motor roda dua sepertinya menjadi mesin
senjata pembunuh masal bagi anak-anak Indonesia, namun kita sebagai orang tua
sepertinya dibuat tidak sadar atau malah memang sengaja tidak sadar. Orang tua
merasa bangga apabila dapat memberikan kendaraan roda dua kepada anaknya,
padahal dari segi usia anak tersebut belum cukup umur untuk mengendarai
kendaraan bermotor.
Kepemilikan SIM
untuk seorang pengemudi kendaraan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 7 ayat (1)
disebutkan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki surat izin
mengemudi sesuai dengan jenis kendaraanya. Kepolisian Republik Indonesia
menetapkan bahwa batas minimal kepemilikan kartu SIM yaitu berusia 17 tahun dan
jika usia masih di bawah 17 tahun artinya tidak bisa membuat SIM dan juga tidak
di izinkan untuk mengemudikan kendaraan bermotor. Menurut Pasal 281
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa
sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pengguna sepeda motor yang tidak memiliki
SIM adalah kurungan paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000.
Namun dalam
prakteknya khususnya apabila pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh
anak-anak, maka kepolisian biasanya akan melakukan proses tilang ditempat dan
akan membawa kendaraan roda dua anak tersebut ke kantor polisi untuk nantinya
orang tua dari anak tersebut akan mengurus proses tilang karena secara hukum
anak-anak masih dalam kuasa dan pengawasan orang tuanya. Tentunya treatment tersebut akan berbeda apabila
ternyata anak-anak tersebut telah melakukan pelanggaran lalu lintas yang
menyebabkan kecelakaan dan kematian, maka tetap proses penyelidikan akan
berlanjut hingga ke pengadilan dan anak tersebut akan tetap dikenakan sanksi pidana.
Membangun Mental Anak agar Taat Hukum
Fenomena
pelanggaran hukum yang dilakukan anak-anak dengan mengendarai kendaraan
bermotor yang saat ini sudah menjadi viral di dunia maya akan sangat berdampak
pada psikologis anak hingga nanti mereka menginjak dewasa. Anak-anak tersebut
pada akhirnya akan terbiasa melakukannya pelanggaran hukum sehingga saat mereka
dewasa pastinya akan juga menjadi manusia yang senang dan bangga melakukan
pelanggaran hukum. Apabila hal tersebut dibiarkan, maka akan dipastikan
generasi Indonesia selanjutnya akan diisi oleh generasi yang terbiasa melakukan
pelanggaran hukum, mulai dari narkoba, korupsi hingga mungkin membunuh.
Tentunya kita
tidak ingin agar generasi Indonesia selanjutnya diisi oleh generasi penerus
yang arogan dan kerap bangga serta terbiasa melakukan pelanggaran-pelanggaran
hukum. Ini adalah pekerjaan rumah terbesar Bangsa Indonesia saat ini. Bagaimana
membangun mental anak-anak yang taat hukum yang dimulai dengan taat dan tertib
berlalulintas. Dibutuhkan kerjasama antara orang tua, guru disekolah dan juga
polisi untuk membangun budaya sadar taat hukum dan malu melanggar lalu lintas
seperti halnya yang dilakukan oleh negara Jepang, Korea bahkan Malaysia yang
telah mengenalkan etika berlalu lintas sehingga semua warga negara saat
berkendara bukan hanya taat hukum tetapi juga memiliki etika dan sopan santun
saat berkendara.
Kita berharap Kepolisian
Republik Indonesia dapat bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan serta
Pemerintah Daerah untuk kembali bekerjasama membangun mental budaya sadar hukum
dan malu melanggar lalu lintas untuk anak-anak Indonesia, mulai dari taman
kanak-kanak hingga dibangku SMA serta mengajarkan kurikulum etika berlalu
lintas, taat hukum dan tertib berlalu lintas bagi anak anak Indonesia agar
anak-anak Indonesia menjadi generasi yang bukan hanya taat hukum akan tetap
juga memiliki etika dan sopan santun saat berlalu lintas serta malu apabila
melanggar hukum.
Semoga hal
tersebut segera dapat diwujudkan oleh Kepolisian Republik Indonesia dengan
bantuan dari Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia sehingga 5 s.d. 10 tahun ke
depan kita akan melihat hasilnya, dimana anak-anak Indonesia yang telah
diajarkan untuk taat hukum dan memiliki mental etika berlalu lintas akan menjadi
generasi emas yang akan membangun Bangsa Indonesia di masa depan. Semoga dapat
terwujud.
#sadarhukum
#taathukum #etika-berlalulintas.
*) Hani Adhani
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Internasional Islamic University Malaysia (IIUM). Wakil Koordinator Bidang Hukum Dan Advokasi PPI Malaysia. Pengurus PCIM Malaysia. Bekerja di Mahkamah Konstitusi.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Internasional Islamic University Malaysia (IIUM). Wakil Koordinator Bidang Hukum Dan Advokasi PPI Malaysia. Pengurus PCIM Malaysia. Bekerja di Mahkamah Konstitusi.
Email : adhanihani@gmail.com
Mobile : +62 812831 50373
Tidak ada komentar:
Posting Komentar