Prof. Deliar Noor, Ali Sadikin, Sri Bintang Pamungkas dan masyarakat yang keluarganya pernah masuk organisasi PKI melakukan pengujian UU 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Oktober 2003.
Dalam
permohonannya Prof. Deliar Noor, dkk., sebagai para Pemohon menyatakan bahwa
Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah khususnya frasa “bekas
anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi
massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung atau pun tak langsung dalam
G.30.S/PKI atau organisasi terlarang lainnya" bertentangan dengan UUD
1945 oleh karena Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum adalah cacat berat secara etis sehingga dari segi moral
mencemarkan keseluruhan Undang-undang Pemilihan Umum itu sendiri, dan merupakan
diskriminasi berdasarkan keyakinan politik. Oleh kerena itu, pasal dimaksud
melanggar hak asasi manusia yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang bila diteruskan dan dilaksanakan (enforced)
akan melestarikan stigmatisasi kepada sekelompok orang, berarti juga
menghentikan secara resmi upaya untuk mereintegrasikan dan rekonsiliasi
sebagian warga bangsa ini ke dalam tubuh bangsa yang adalah kewajiban moral
dari era yang disebut "reformasi" ini.
Adapun Pasal
UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu uji pengujian UU tersebut adalah sebagai
berikut:
§
Pasal 28 C ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 :
10 "Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya"
§
Pasal 28
D ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di depan hukum"
§
Pasal 28 D ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan"
§
Pasal 28 I ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif
itu"
Untuk menjawab
persoalan konstitusionalitas pasal tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut:
Menimbang
bahwa pengujian undang-undang yang dimohonkan Para Pemohon a quo adalah Pasal
60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang oleh mereka dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 karena bersifat diskriminatif serta meniadakan
hak konstitusional Para Pemohon a quo.
Menimbang,
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melarang
diskriminasi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat
(1), Pasal 28 I ayat (2). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia sebagai penjabaran ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membenarkan
diskriminasi berdasarkan perbedaan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. Pasal
60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah melarang sekelompok Warga Negara Indonesia (WNI) untuk dicalonkan serta
menggunakan hak dipilih berdasarkan keyakinan politik yang pernah dianut;
Menimbang
bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwasannya setiap orang
berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ditegaskan pula dalam Pasal 28 I ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwasannya setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu; yang sesuai pula dengan Article 21 Universal Declaration of
Human Rights yang menyatakan:
1. Everyone has the right to take
part in the government of his country, directly or through freely chosen
representatives.
2. Everyone has the right of
equal access to public service in his country.
3. The will of people shall be
the basis of the authority of government; this will shall be expressed in
periodic and genuine elections which shall be by universal and equal suffrage
and shall be held by secret vote or by equivalent free voting procedures.
Selain itu, dalam perkembangan
selanjutnya mengenai hak-hak manusia yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan
politik, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1966 telah menghasilkan kovenan
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang dikenal dengan International Covenant
on Civil and Political Rights (ICCPR) berlaku sejak tanggal 1 Januari 1991, di
mana 92 (sembilan puluh dua) negara dari 160 (seratus enam puluh) negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi negara anggota;
Menimbang,
bahwa Article 25 tentang Civil and Political Rights dimaksud mengatur sebagai
berikut:
“Every citizen shall have the
right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article
2 and without unreasonable restrictions:
a) To take part in the conduct of
public affairs, directly or through freely chosen representatives;
b) To vote and to be elected at
genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and
shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of
the electors;
c) To have access, on general
terms of equality, to public service in his country;
Menimbang,
bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote
and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi,
undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan,
peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak
asasi dari warga negara;
Menimbang
bahwa memang Pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memuat ketentuan dimungkinkannya pembatasan hak dan kebebasan
seseorang dengan undang-undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut
haruslah di dasarkan atas alasan-alasan yang kuat, masuk akal dan proporsional
serta tidak berkelebihan. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dengan
maksud “semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis”; tetapi pembatasan hak dipilih seperti ketentuan
Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum
tersebut justru karena hanya menggunakan pertimbangan yang bersifat politis. Di
samping itu dalam persoalan pembatasan hak pilih (baik aktif maupun pasif)
dalam pemilihan umum lazimnya hanya didasarkan atas pertimbangan ketidakcakapan
misalnya faktor usia dan keadaan sakit jiwa, serta ketidakmungkinan
(impossibility) misalnya karena telah dicabut hak pilihnya oleh putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pada umumnya bersifat individual
dan tidak kolektif;
Menimbang
bahwa dari sifatnya, yaitu pelarangan terhadap kelompok tertentu warga negara
untuk mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 60 huruf g jelas
mengandung nuansa hukuman politik kepada kelompok sebagaimana dimaksud. Sebagai
negara hukum, setiap pelarangan yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan
kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
Menimbang
bahwa Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis
Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara
Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan
untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme juncto Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR
Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, yang dijadikan alasan hukum Pasal 60 huruf
g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
adalah berkaitan dengan pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan
penyebarluasan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme yang sama sekali tidak
berkaitan dengan pencabutan atau pembatasan hak pilih baik aktif maupun pasif
warga negara, termasuk bekas anggota Partai Komunis Indonesia;
Menimbang
bahwa suatu tanggungjawab pidana hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya
kepada pelaku (dader) atau yang turut serta (mededader) atau yang membantu
(medeplichtige), maka adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum,
rasa keadilan, kepastian hukum, serta prinsip-prinsip negara hukum apabila
tanggungjawab tersebut dibebankan kepada seseorang yang tidak terlibat secara
langsung;
Menimbang
bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan berdasarkan
pula keterangan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat serta alat-alat bukti
tertulis, saksi, dan ahli maka ketentuan Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor
12 Tahun 2003 yang berbunyi “bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai
Komunis Indonesia termasuk organisasi massa, atau bukan orang yang terlibat
langsung maupun tak langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis
Indonesia atau organisasi terlarang lainnya”, merupakan pengingkaran terhadap
hak asasi warga negara atau diskriminasi atas dasar keyakinan politik, dan oleh
karena itu, bertentangan dengan hak asasi yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan
Pasal 28 D ayat (1), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2);
Menimbang
bahwa oleh karena itu cukup beralasan untuk menyatakan bahwa Pasal 60 huruf g
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
Menimbang bahwa
di samping pertimbangan juridis tersebut di atas, materi ketentuan sebagaimana
terkandung dalam Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipandang tidak lagi relevan dengan upaya
rekonsiliasi nasional yang telah menjadi tekad bersama bangsa Indonesia menuju
masa depan yang lebih demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, meskipun
keterlibatan Partai Komunis Indonesia dalam peristiwa G.30.S. pada tahun 1965
tidak diragukan oleh sebagian terbesar bangsa Indonesia, terlepas pula dari
tetap berlakunya Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 juncto Ketetapan MPR Nomor
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS
dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tetapi orang perorang
bekas anggota Partai Komunis Indonesia dan organisasi massa yang bernaung
dibawahnya, harus diperlakukan sama dengan warga negara yang lain tanpa
diskriminasi;
Adapun bunyi
lengkap amar putusan dalam perkara 011-017/PUU-I/2003 adalah sebagai berikut:
M E N G A D I L I:
§ Mengabulkan
permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh sebagian Pemohon I,
yakni: 1) Payung Salenda. 2) Gorma Hutajulu. 3) Rhein Robby Sumolang. 4) Ir.
Sri Panudju. 5) Suyud Sukma Sendjaja. dan 6) Margondo Hardono; dan seluruh
Pemohon II, yakni: 1) Sumaun Utomo. 2) Achmad Soebarto. 3) Mulyono. 4) Said
Pradono Bin Djaja. 5) Ngadiso Yahya Bin Somoredjo. 6) Tjasman Bin Setyo
Prawiro. 7) Makmuri Bin Zahzuri.
§ Menyatakan
Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4277) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
§ Menyatakan
Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4277) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
=====
Link
Putusan>>>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar