Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Rabu, 22 April 2015

Hak Politik keluarga mantan aktifis G30 S/PKI



Prof. Deliar Noor, Ali Sadikin, Sri Bintang Pamungkas dan masyarakat yang keluarganya pernah masuk organisasi PKI melakukan pengujian UU 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Oktober 2003. 

Dalam permohonannya Prof. Deliar Noor, dkk., sebagai para Pemohon menyatakan bahwa Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah khususnya frasa “bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung atau pun tak langsung dalam G.30.S/PKI atau organisasi terlarang lainnya" bertentangan dengan UUD 1945 oleh karena Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum adalah cacat berat secara etis sehingga dari segi moral mencemarkan keseluruhan Undang-undang Pemilihan Umum itu sendiri, dan merupakan diskriminasi berdasarkan keyakinan politik. Oleh kerena itu, pasal dimaksud melanggar hak asasi manusia yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang bila diteruskan dan dilaksanakan (enforced) akan melestarikan stigmatisasi kepada sekelompok orang, berarti juga menghentikan secara resmi upaya untuk mereintegrasikan dan rekonsiliasi sebagian warga bangsa ini ke dalam tubuh bangsa yang adalah kewajiban moral dari era yang disebut "reformasi" ini.
Adapun Pasal UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu uji pengujian UU tersebut adalah sebagai berikut:
§  Pasal 28 C ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 : 10 "Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya"
§   Pasal 28 D ayat (1) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum"
§  Pasal 28 D ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan"
§  Pasal 28 I ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 : "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu"
Untuk menjawab persoalan konstitusionalitas pasal tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut:
Menimbang bahwa pengujian undang-undang yang dimohonkan Para Pemohon a quo adalah Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang oleh mereka dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena bersifat diskriminatif serta meniadakan hak konstitusional Para Pemohon a quo.
Menimbang, bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melarang diskriminasi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 I ayat (2). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai penjabaran ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membenarkan diskriminasi berdasarkan perbedaan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melarang sekelompok Warga Negara Indonesia (WNI) untuk dicalonkan serta menggunakan hak dipilih berdasarkan keyakinan politik yang pernah dianut;
Menimbang bahwa Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwasannya setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ditegaskan pula dalam Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwasannya setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu; yang sesuai pula dengan Article 21 Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan:
1. Everyone has the right to take part in the government of his country, directly or through freely chosen representatives.
2. Everyone has the right of equal access to public service in his country.
3. The will of people shall be the basis of the authority of government; this will shall be expressed in periodic and genuine elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret vote or by equivalent free voting procedures.
Selain itu, dalam perkembangan selanjutnya mengenai hak-hak manusia yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1966 telah menghasilkan kovenan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang dikenal dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) berlaku sejak tanggal 1 Januari 1991, di mana 92 (sembilan puluh dua) negara dari 160 (seratus enam puluh) negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi negara anggota;
Menimbang, bahwa Article 25 tentang Civil and Political Rights dimaksud mengatur sebagai berikut:
“Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions:
a) To take part in the conduct of public affairs, directly or through freely chosen representatives;
b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors;
c) To have access, on general terms of equality, to public service in his country;
Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara;
Menimbang bahwa memang Pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat ketentuan dimungkinkannya pembatasan hak dan kebebasan seseorang dengan undang-undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut haruslah di dasarkan atas alasan-alasan yang kuat, masuk akal dan proporsional serta tidak berkelebihan. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dengan maksud “semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”; tetapi pembatasan hak dipilih seperti ketentuan Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum tersebut justru karena hanya menggunakan pertimbangan yang bersifat politis. Di samping itu dalam persoalan pembatasan hak pilih (baik aktif maupun pasif) dalam pemilihan umum lazimnya hanya didasarkan atas pertimbangan ketidakcakapan misalnya faktor usia dan keadaan sakit jiwa, serta ketidakmungkinan (impossibility) misalnya karena telah dicabut hak pilihnya oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pada umumnya bersifat individual dan tidak kolektif;
Menimbang bahwa dari sifatnya, yaitu pelarangan terhadap kelompok tertentu warga negara untuk mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 60 huruf g jelas mengandung nuansa hukuman politik kepada kelompok sebagaimana dimaksud. Sebagai negara hukum, setiap pelarangan yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
Menimbang bahwa Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme juncto Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, yang dijadikan alasan hukum Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah berkaitan dengan pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan penyebarluasan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme yang sama sekali tidak berkaitan dengan pencabutan atau pembatasan hak pilih baik aktif maupun pasif warga negara, termasuk bekas anggota Partai Komunis Indonesia;
Menimbang bahwa suatu tanggungjawab pidana hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada pelaku (dader) atau yang turut serta (mededader) atau yang membantu (medeplichtige), maka adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum, rasa keadilan, kepastian hukum, serta prinsip-prinsip negara hukum apabila tanggungjawab tersebut dibebankan kepada seseorang yang tidak terlibat secara langsung;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan berdasarkan pula keterangan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat serta alat-alat bukti tertulis, saksi, dan ahli maka ketentuan Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 yang berbunyi “bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massa, atau bukan orang yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau organisasi terlarang lainnya”, merupakan pengingkaran terhadap hak asasi warga negara atau diskriminasi atas dasar keyakinan politik, dan oleh karena itu, bertentangan dengan hak asasi yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 D ayat (1), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2);
Menimbang bahwa oleh karena itu cukup beralasan untuk menyatakan bahwa Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
Menimbang bahwa di samping pertimbangan juridis tersebut di atas, materi ketentuan sebagaimana terkandung dalam Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipandang tidak lagi relevan dengan upaya rekonsiliasi nasional yang telah menjadi tekad bersama bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, meskipun keterlibatan Partai Komunis Indonesia dalam peristiwa G.30.S. pada tahun 1965 tidak diragukan oleh sebagian terbesar bangsa Indonesia, terlepas pula dari tetap berlakunya Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 juncto Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tetapi orang perorang bekas anggota Partai Komunis Indonesia dan organisasi massa yang bernaung dibawahnya, harus diperlakukan sama dengan warga negara yang lain tanpa diskriminasi;
Adapun bunyi lengkap amar putusan dalam perkara 011-017/PUU-I/2003 adalah sebagai berikut:
M E N G A D I L I:
§  Mengabulkan permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh sebagian Pemohon I, yakni: 1) Payung Salenda. 2) Gorma Hutajulu. 3) Rhein Robby Sumolang. 4) Ir. Sri Panudju. 5) Suyud Sukma Sendjaja. dan 6) Margondo Hardono; dan seluruh Pemohon II, yakni: 1) Sumaun Utomo. 2) Achmad Soebarto. 3) Mulyono. 4) Said Pradono Bin Djaja. 5) Ngadiso Yahya Bin Somoredjo. 6) Tjasman Bin Setyo Prawiro. 7) Makmuri Bin Zahzuri.
§  Menyatakan Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4277) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
§  Menyatakan Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4277) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.


=====
Link Putusan>>>>

Tidak ada komentar: