Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI),
yang diwakili ole Boyamin dan Supriyadi pada tanggal 26 September 2012
mengajukan pengujian Pasal 80 UU 8/1981
sepanjang frasa “pihak ketiga yang berkepentingan”,
sebagai berikut: “Permintaan untuk
memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasannya” terhadap Pasal 1 ayat
(3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945
Adapun alasan para Pemohon mengajukan
pengujian pasa tersebut adalah karena Pemohon selaku perkumpulan mendalilkan
memiliki hak konstitusional yang dilindungi oleh Pasal 1 ayat (3), Pasal 27
ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Menurut Pemohon,
hak konstitusionalnya tersebut telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 80 UU
8/1981 dikarenakan adanya penafsiran yang sempit mengenai frasa “pihak ketiga
yang berkepentingan” yaitu saksi korban tindak pidana atau pelapor dan bukan
pihak ketiga dalam arti luas yang meliputi masyarakat luas yang diwakili oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat dan diatur dalam Undang-Undang. Dengan adanya penafsiran
yang sempit tersebut, mengakibatkan Pemohon tidak serta merta dapat mengajukan
praperadilan atas perkara-perkara korupsi sehingga proses pencegahan dan
pemberantasan korupsi berjalan tidak seimbang dan meniadakan prinsip keadilan
yang diatur dalam UUD 1945;
Untuk
menjawab persoalan konstitusionalitas tersebut Mahkamah Konstitusi dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut:
Bahwa terhadap penafsiran
frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 UU 8/1981, Mahkamah
telah menjatuhkan putusan dalam perkara Nomor 76/PUU-X/2012 pada tanggal 8
Januari 2013, yang dalam pertimbangannya, antara lain:
paragraf [3.15] menyatakan, “...walaupun
KUHAP tidak memberikan interpretasi yang jelas mengenai siapa saja yang dapat
dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, namun menurut Mahkamah,
yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban
tindak pidana atau pelapor tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas.
Dengan demikian, interpretasi mengenai pihak ketiga dalam pasal a quo tidak
hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat
luas yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum
(public interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi
Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk
menegakkan hukum pidana. Hukum pidana adalah hukum yang ditujukan untuk
melindungi kepentingan umum”;
paragraf [3.16] menyatakan, “...peran serta
masyarakat baik perorangan warga negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public
interests advocacy) sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum. Mahkamah
sebagai pengawal konstitusi dalam beberapa putusannya juga telah menguraikan
mengenai kedudukan hukum (legal standing) dalam mengajukan permohonan pengujian
undang-undang yang bukan hanya kepada perseorangan warga negara Indonesia
tetapi juga perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama
untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) yaitu
berbagai asosiasi dan Non-Governmental Organization (NGO) atau LSM yang concern
terhadap suatu Undang-Undang demi kepentingan publik ...”;
Bahwa norma yang dimohonkan
oleh Pemohon dalam perkara a quo adalah sama dengan norma yang dimohonkan dalam
permohonan Nomor 76/PUU-X/2012, namun maksud permohonan dalam perkara Nomor
76/PUUX/ 2012 adalah untuk mempersempit penafsiran frasa “pihak ketiga yang berkepentingan”
dalam Pasal 80 UU 8/1981 sehingga permohonannya ditolak, sedangkan maksud
permohonan Pemohon a quo adalah sebaliknya, yaitu untuk memperluas penafsiran
frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 UU 8/1981. Oleh karena
maksud permohonan dalam permohonan a quo sudah sejalan dengan pertimbangan
Mahkamah dalam perkara Nomor 76/PUU-X/2012 tersebut di atas maka pertimbangan
hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitus Nomor 76/PUU-X/2012 tersebut mutatis
mutandis menjadi pertimbangan pula dalam permohonan a quo;
Bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan di atas, Mahkamah menilai dalil-dalil Pemohon
beralasan menurut hukum;
AMAR PUTUSAN,
Mengadili,
Menyatakan:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“
dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk
saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan”;
1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“
dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam
Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
=======================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar