Nissan

https://www.nissan.co.id/ucl-jagonulis.html

Rabu, 30 September 2015

KONSTITUSIONALITAS CALON TUNGGAL DALAM PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2015



               
  Permasalahan tentang adanya calon tunggal dalam proses Pemilukada serentak tahun 2015 akhirnya dapat diselesaikan melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi. Efendi Ghazali yang merupakan aktifis dan juga dosen melalui kuasa hukumnya AH Wakil Kamal. SH., dkk., mengajukan permohona pengujian Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian di registrasi oleh Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 100/PUU-XIII/2915.
                 Adapun pasal yang diuji dalam undang-undang tersebut adalah Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), serta Pasal 54 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU 8/2015 terhadap UUD 1945. Pokok argumentasi permohonan Pemohon berpusat pada masalah terganggunya atau bahkan tidak dapat diselenggarakannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dijadwalkan disebabkan oleh adanya ketentuan dalam norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian yang mempersyaratkan paling sedikit ada dua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;

                 Untuk menjawab permasalahan konstitusionalitas terkait calon tunggal tersebut, Mahkamah Konstitusi setelah melalui persidangan akhirnya memberikan jawaban dan solusi konstitusional dalam putusannya yang dibacakan pada tanggal 29 September 2015, sebagai berikut:
PENDAPAT MAHKAMAH
[3.13]      Menimbang bahwa setelah memperhatikan secara saksama rumusan norma UU 8/2015 yang dimohonkan pengujian sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.12] di atas secara sistematis tampak nyata kalau pembentuk Undang-Undang, di satu pihak, bermaksud bahwa dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah setidak-tidaknya harus ada dua pasangan calon, di lain pihak, sama sekali tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat paling kurang dua pasangan calon tersebut tidak terpenuhi. Dengan demikian, akan ada kekosongan hukum manakala syarat paling kurang dua pasangan calon tersebut tidak terpenuhi di mana kekosongan hukum demikian akan berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya Pemilihan Kepala Daerah. Padahal, sebagaimana diuraikan di atas, Pemilihan Kepala Daerah merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat, sehingga kekosongan hukum demikian mengancam hak rakyat selaku pemegang kedaulatan, baik hak untuk dipilih maupun hak untuk memilih, sebab rakyat menjadi tidak dapat melaksanakan hak dimaksud;
[3.14]      Menimbang, telah menjadi pendirian Mahkamah bahwa sebagai pengawal Konstitusi Mahkamah tidak boleh membiarkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional warga negara, sebagaimana salah satunya tercermin dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 1/PUU-VIII/2010 yang menegaskan, antara lain, bahwa “Mahkamah, sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya, tidak akan membiarkan adanya norma dalam Undang-Undang yang tidak konsisten dan tidak sesuai dengan amanat perlindungan konstitusional yang dikonstruksikan oleh Mahkamah” (vide Putusan Mahkamah Nomor 1/PUU-VIII/2010, bertanggal 24 Februari 2011), lebih-lebih apabila pelanggaran demikian bersangkut-paut dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang membawa akibat luas sebab berdampak pada terganggunya pelaksanaan pemerintahan, dalam hal ini pemerintahan daerah. Dalam keadaan demikian, Mahkamah dituntut untuk memberikan jalan keluar dari kebuntuan yang ditimbulkan oleh UU 8/2015 yang dimohonkan pengujian ini;
                 Keadaan demikian telah menyebabkan KPU, yang dalam pandangan Mahkamah karena terdorong oleh panggilan tugas dan tanggung jawabnya, mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 (selanjutnya disebut Peraturan KPU Nomor 12/2015) guna mengatasi kebuntuan dimaksud. Namun demikian, terlepas dari persoalan bersesuaian atau tidaknya Peraturan KPU Nomor 12/2015 tersebut dengan Undang-Undang di atasnya, yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya, juga terlepas dari maksud baik yang melandasi tindakan KPU dengan menerbitkan Peraturan itu, telah terang bahwa Peraturan KPU itu pun tidak menyelesaikan persoalan tak terlaksananya hak rakyat untuk dipilih dan memilih. Sebab, Pasal 54 ayat (5) Peraturan KPU Nomor 12/2015 tersebut menyatakan, “Dalam hal sampai dengan berakhirnya pembukaan kembali masa pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya; 
                 Dikatakan tidak menyelesaikan persoalan tak terlaksananya hak rakyat untuk dipilih dan memilih karena dua alasan. Pertama, penundaan ke Pemilihan serentak berikutnya sesungguhnya telah menghilangkan hak rakyat untuk dipilih dan memilih pada Pemilihan serentak saat itu. Kedua, andaikatapun penundaan demikian dapat dibenarkan, quod non, tetap tidak ada jaminan bahwa pada Pemilihan serentak berikutnya itu, hak rakyat untuk dipilih dan memilih akan dapat dipenuhi. Hal itu dikarenakan penyebab tidak dapat dipenuhinya hak rakyat untuk dipilih dan memilih itu tetap ada, yaitu ketentuan yang mempersyaratkan paling sedikit adanya dua Pasangan Calon dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah;
[3.15]      Menimbang bahwa dikarenakan terjadinya keadaan sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.13] dan [3.14] di atas maka hal yang harus dipertimbangkan kemudian oleh Mahkamah adalah menemukan cara agar hak konstitusional warga negara yang sekaligus merupakan wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat itu, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih dalam Pemilihan Kepala Daerah, tetap terpenuhi tanpa tersandera oleh syarat paling sedikit adanya dua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam hubungan ini timbul pertanyaan, demi menjamin terpenuhinya hak konstitusional warga negara untuk dipilih dan memilih in casu dalam Pemilihan Kepala Daerah, apakah secara konstitusional dimungkinkan tetap dilakukan Pemilihan Kepala Daerah tanpa kehilangan sifat demokratisnya dalam hal hanya terdapat satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah? Secara tekstual, UUD 1945 tidak menyatakan apa pun dalam hubungan ini. Namun, sebagai Konstitusi negara demokrasi yang berdasar atas hukum, UUD 1945 menjamin pemenuhan hak-hak konstitusional warga negaranya. Guna menjamin pemenuhan hak konstitusional warga negara itulah salah satu alasan utama Mahkamah Konstitusi dibentuk. Mahkamah Konstitusi tidaklah tepat jika hanya terpaku pada teks Konstitusi melainkan juga pada semangat yang berada di balik teks itu;
                 Oleh karena itu, berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, adalah bertentangan dengan semangat UUD 1945 jika Pemilihan Kepala Daerah tidak dilaksanakan dan ditunda sampai pemilihan berikutnya sebab hal itu merugikan hak konstitusional warga negara, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih, hanya karena tak terpenuhinya syarat paling sedikit adanya dua pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah meskipun sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Dengan kata lain, demi menjamin terpenuhinya hak konstitusional warga negara, pemilihan Kepala Daerah harus tetap dilaksanakan meskipun hanya terdapat satu pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah walaupun sebelumnya telah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan paling sedikit dua pasangan calon.
                 Namun, dalam hubungan ini, Mahkamah tidak sependapat dengan pandangan Pemohon yang meminta Mahkamah untuk memaknai bahwa frasa “setidaknya dua pasangan calon” atau “paling sedikit dua pasangan calon” yang terdapat dalam seluruh pasal yang dimohonkan pengujian dapat diterima dalam bentuk atau pengertian: Pasangan Calon Tunggal dengan Pasangan Calon Kotak Kosong yang ditampilkan pada Kertas Suara (vide Permohonan halaman 20). Sebab, pertama, Pemilihan Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon haruslah ditempatkan sebagai upaya terakhir, semata-mata demi memenuhi hak konstitusional warga negara, setelah sebelumnya diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk menemukan paling sedikit dua pasangan calon; kedua, Pemilihan Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon, manifestasi kontestasinya lebih tepat apabila dipadankan dengan plebisit yang meminta rakyat (pemilih) untuk menentukan pilihannya apakah “Setuju” atau “Tidak Setuju” dengan pasangan calon tersebut, bukan dengan Pasangan Calon Kotak Kosong, sebagaimana dikonstruksikan oleh Pemohon. Apabila ternyata suara rakyat lebih banyak memilih “Setuju” maka pasangan calon dimaksud ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Sebaliknya, apabila ternyata suara rakyat lebih banyak memilih “Tidak Setuju” maka dalam keadaan demikian pemilihan ditunda sampai Pemilihan Kepala Daerah serentak berikutnya. Penundaan demikian tidaklah bertentangan dengan konstitusi sebab pada dasarnya rakyatlah yang telah memutuskan penundaan itu melalui pemberian suara “Tidak Setuju” tersebut.
                 Mekanisme demikian, menurut Mahkamah, lebih demokratis dibandingkan dengan menyatakan “menang secara aklamasi” tanpa meminta pendapat rakyat (pemilih) jika calon tidak memiliki pesaing, sebagaimana ditunjukkan dalam hasil studi Pemohon yang terjadi di berbagai negara seperti Amerika Serikat (dalam pemilihan anggota House dan Senat), di Inggris, Kanada, Skotlandia (untuk pemilihan anggota parlemen), Islandia (untuk pemilihan Presiden), dan Singapura (untuk pemilihan Presiden dan parlemen) [vide Permohonan halaman 18-19].  Penekanan terhadap sifat “demokratis” ini menjadi substansial karena, sebagaimana telah disinggung dalam pertimbangan sebelumnya, merupakan perintah konstitusi, dalam hal ini Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Dengan mekanisme sebagaimana diuraikan di atas, amanat konstitusi yang menuntut pemenuhan hak konstitusional warga negara, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih, serta amanat agar Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara demokratis dapat diwujudkan.
[3.16]      Menimbang bahwa guna mencegah terjadinya kesimpangsiuran penafsiran dan implementasi di lapangan, Mahkamah memandang penting untuk menjelaskan maksud pendapat Mahkamah sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.10] sampai dengan [3.15] di atas, sebagai berikut:
·      [3.16.1] Bahwa Pemilihan Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah baru dapat dilaksanakan apabila telah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk terpenuhi syarat paling sedikit dua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Yang dimaksud dengan “telah diusahakan dengan sungguh-sungguh” adalah telah dilaksanakan ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) sampai dengan ayat (9) UU 8/2015 (untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur) dan ketentuan Pasal 50 ayat (1) sampai dengan ayat (9) UU 8/2015 (untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota).
·      [3.16.2] Bahwa Pemilihan Kepala Daerah yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada rakyat (pemilih) untuk menyatakan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dalam surat suara yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat (pemilih) untuk menyatakan pilihan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dimaksud. Apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak maka pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dimaksud ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, sedangkan apabila pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbanyak maka pemilihan ditunda sampai Pemilihan Kepala Daerah serentak berikutnya.
·      [3.16.3] Bahwa agar proses sebagaimana dimaksud pada sub-paragraf [3.14.1] sampai dengan [3.14.2] di atas dapat dilaksanakan maka ketentuan Pasal 49 ayat (9) UU 8/2015 yang menyatakan, “KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)” harus dimaknai “termasuk menetapkan satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud telah terlampaui namun tetap hanya ada satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur” dan ketentuan Pasal 50 ayat (9) UU 8/2015 yang menyatakan, “KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)” harus dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan satu pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud telah terlampaui namun tetap hanya ada satu pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta satu pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
·      [3.16.4] Bahwa berdasarkan uraian pada sub-paragraf [3.16.1] sampai dengan sub-paragraf [3.16.3] di atas maka Pasal 49 ayat (9) UU 8/2015 adalah inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur;
Demikian pula Pasal 50 ayat (9) UU 8/2015 adalah inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan satu pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
·      [3.16.5] Bahwa oleh karena Pasal 49 ayat (9) dan Pasal 50 ayat (9) UU 8/2015 berkait langsung dengan Pasal 51 ayat (2) dan Pasal 52 ayat (2) UU 8/2015, sementara Pasal 49 ayat (9) dan Pasal 50 ayat (9) UU 8/2015 oleh Mahkamah telah dimaknai sebagaimana disebutkan dalam sub-paragraf [3.16.4] di atas maka Pasal 51 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) UU 8/2015 dengan sendirinya juga menjadi inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan penjelasan sebagai berikut:
a)    Pasal 51 ayat (2) UU 8/2015 yang menyatakan, “Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi” adalah inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur”;
b)    Pasal 52 ayat (2) UU 8/2015 yang menyatakan, “Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota” adalah inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
[3.17]      Menimbang oleh karena Mahkamah berpendapat bahwa untuk dapat dilaksanakannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi semata-mata digantungkan pada keharusan paling sedikit adanya dua pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, sebagaimana telah diuraikan khususnya dalam paragraf [3.15] dan [3.16] di atas, maka dalil Pemohon selebihnya, yang semuanya mengacu dan bergantung pada penafsiran terhadap syarat paling sedikit adanya dua pasangan calon, menjadi tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan;
5. AMAR PUTUSAN
 Mengadili,
Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian:
1.    Menyatakan Pasal 49 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur”;
2.    Menyatakan Pasal 49 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur”;
3.    Menyatakan Pasal 50 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”;

4.    Menyatakan Pasal 50 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup pengertian “termasuk menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota peserta Pemilihan dalam hal setelah jangka waktu 3 (tiga) hari dimaksud terlampaui namun tetap hanya ada 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”;
5.    Menyatakan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur”;
6.    Menyatakan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur”;
7.    Menyatakan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”;
8.    Menyatakan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai mencakup “menetapkan 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta 1 (satu) pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”;
Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia;
Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

=============

Tidak ada komentar: